JAKARTA – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, tengah mempersiapkan langkah strategis untuk memperluas penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke negara-negara Eropa. Kerja sama ini dijadwalkan akan resmi disepakati pada Februari atau Maret 2025.
“Kami melihat peluang besar di Eropa, baik Timur maupun Barat. Contohnya, Slovakia saat ini sudah dalam tahap akhir pembahasan. Jika semua berjalan lancar, perjanjian kerja sama akan ditandatangani dalam beberapa bulan ke depan,” kata Karding saat memberikan keterangan pers pada Senin, 20 Januari 2025.
Rencana ini menargetkan penempatan hingga 10 ribu PMI ke berbagai sektor, seperti pertanian, restoran, dan perhotelan. Menurut Karding, kebutuhan tenaga kerja produktif di Eropa terus meningkat seiring dengan kondisi demografi yang menua di wilayah tersebut.
“Eropa sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja produktif. Ini adalah peluang yang tidak boleh kita lewatkan,” tegasnya.
Untuk mempersiapkan para calon PMI, pemerintah akan memperkuat pelatihan keterampilan dan penguasaan bahasa asing. Hal ini dinilai penting agar para pekerja mampu bersaing di pasar global.
“Tidak mudah memastikan semua calon PMI terampil dan menguasai bahasa. Namun, kami percaya dengan kerja keras dan dukungan lintas sektor, ini bisa dilakukan,” ujar Karding.
Selain itu, ia menekankan pentingnya koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk meningkatkan perlindungan PMI. Saat ini, P2MI bekerja sama dengan 12 kementerian, termasuk Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), untuk menjamin perlindungan dan kualitas tenaga kerja yang dikirim.
“Kami juga melibatkan sektor swasta agar fokus tidak hanya pada penempatan PMI, tetapi juga peningkatan keahlian mereka. Ini penting untuk mengurangi dominasi sektor domestik,” tambahnya.
Karding juga memaparkan upaya pemerintah dalam memberdayakan PMI purna melalui program “Desa Migran Emas.” Program yang dikembangkan bersama Kemensos dan Baznas ini bertujuan membantu para mantan PMI menjadi pengusaha di daerah asal mereka.
“Setelah pulang, kami ingin mereka memiliki masa depan yang lebih cerah. Program ini menyediakan pelatihan, modal usaha, dan dukungan lainnya,” jelas Karding.
Terkait penanggulangan masalah PMI unprosedural, pemerintah akan mengintegrasikan data dengan Kemensos untuk memberikan layanan reintegrasi dan akses pemberdayaan usaha.
“Kami tidak hanya ingin mereka kembali dengan selamat, tetapi juga mandiri secara ekonomi dan terlindungi di setiap tahap. Ini adalah komitmen kami,” tutupnya. (RKL)