ORANG-ORANG OPERA BATAK (Klaim-klaim Bisa di Luar PLOt)

- Penulis

Sabtu, 24 Juni 2023 - 17:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Thompson Hs

Siapakah orang-orang Opera Batak? Pertanyaan ini bisa dijawab melalui berbagai fakta. Fakta-fakta itu bisa menjadi cara meyakinkan. Fakta pertama, Opera Batak itu muncul pada tahun 1920-an dengan keperintisan yang dominan menyebut nama Master Tilhang Oberlin Gultom. Dominasi nama itu bisa diterima karena karya-karya beliau memang dominan diikuti oleh banyak grup Opera Batak kemudian. Misalnya cerita lakon “Siboru Tumbaga” dianggap karya beliau. Namun versi-versi yang berbeda dapat diciptakan oleh grup-grup yang berbeda.

Judul itu laris manis dalam ingatan banyak penonton Opera Batak terdahulu, selain judul-judul lain seperti Tarombo Siraja Lontung, Perjuangan Sisingamangaraja XII, Sipiso Somalim, Guru Saman, Si Arden dan Tiomina, dan lain-lain. Grup-grup Opera Batak, di luar grup yang dipimpin langsung semasa hidup beliau dan penerusnya, yang memainkan sejumlah judul itu adalah orang-orang Opera Batak. Ada sampai 30 grup yang “terinspirasi” dengan gaya Tilhang Gultom hingga dapat berkeliling membawakan pertunjukan ke berbagai daerah dan tempat hingga semakin surut pada tahun 1980-an.

Pimpinan grup-grup itu dikenal sebagai tokke (tauke) dan para anggotanya juga menjadi penari, penyanyi, pemain musik, penjual karcis, tukang tarik layar dan pemasang panggung, tukang masak dan penjaga anak-anak tokke, dan lain-lain. Tokke sendiri memikirkan semua anggota untuk bisa makan dan dapat bayaran waktu latihan dan pertunjukan.

Sebuah dokumen di Samosir juga mencatat Tilhang Gultom menerima bayaran latihan dan pertunjukan. Dokumen itu terkait dengan grup Opera Batak Sitamiang pada tahun 1927. Bayaran itu dengan florin, uang Belanda. Dapat diperkirakan bahwa Tilhang Gultom belum menjadi pimpinan grup. Namun dengan karya-karya beliau namanya sudah diperhitungkan. Orang-orang Opera Batak waktu itu pasti masih memanfaatkan karya-karya beliau seperti warisan tradisi yang dianggap bersifat komunal. Karya-karya itu juga dianggap karena bersumber pada sejumlah tradisi yang mulai dipertimbangkan, dipertanyakan, atau mulai ditinggalkan.

Baca Juga :  Menyapa Keelokan Garut: Destinasi Wisata Sejuta Pesona, Filososfi Memikat di Swiss van Java

Masa keperintisan Opera Batak memang dalam situasi transisi. Namun para pengagum modernitas yang dipengaruhi oleh unsur-unsur yang datang sebagian menganggap Opera Batak sesuatu yang baru dan modern. Ada panggung yang dipasang setiap memilih tempat pertunjukan untuk beberapa saat. Ada layar panggung. Ada lampu-gas. Ada toa untuk berkeliling mengumumkan pertunjukan yang dinantikan.

Dalam beberapa fase nama-nama grup yang dipimpin oleh Tilhang Gultom juga sepertinya harus disesuaikan. Tampaknya grup awal yang dipimpin adalah Tilhang Parhasapi, dengan tiga tokoh lainnya bermain secara keliling di sekitar Samosir hingga keluar dari Samosir sekitar tahun 1930-an.

Opera Batak Terdahulu
Ada baiknya orang-orang Opera Batak di masa Tilhang Gultom hingga tahun 1980-an adalah orang-orang Opera Batak Terdahulu. Mereka yang tidak meneruskan aktivitas pertunjukannya seperti biasanya menyebar ke berbagai tempat dan kota sambil mencoba tampil di pesta-pesta adat dan acara-acara tertentu, dengan ciri khas lagu-lagu dinamis. Pertunjukan Opera Batak semakin redup meskipun karya-karya musik Tilhang Gultom tetap dapat dinikmati melalui hasil rekaman audio.

Benteng Opera Batak terdahulu tampaknya diwariskan pada dapur rekaman dan model-model melawak, seperti Si Jurtul atau Nai Malvinas. Nama terakhir grup yang diwariskan oleh Tilhang Gultom adalah Serindo, singkatan dari Seni Ragam Indonesia. Nama itu konon diberikan setelah tampil di Istana Negara. Grup tersebut sempat bertahan baik semasa Gustafa Gultom, keponakan Tilhang Gultom.

Orang-orang Opera Batak terdahulu dianggap gigih untuk bertahan hidup. Permainan mereka di atas panggung benar-benar penuh dan mampu menggoda penonton hingga berani naik ke panggung memberi saweran sambil menari. Apakah tradisi saweran atau memberi uang ke atas panggung itu menjadi kebiasaan baru kemudian?

Dalam praktik tradisi mungkin hal memberi uang itu tidak ada, kecuali hanya sebagai penyesuaian oleh publik. Apalagi diberikan selain pada pemusik. Opera Batak terdahulu menciptakan satu dua primadona di atas panggung, seperti almarhumah Zulkaidah Harahap yang bergabung ke PLOt Siantar pada tahun 2006.

Baca Juga :  Mengunjungi Kediaman Abah Abuya Syar’i Ciomas: Siapakah Beliau? (Serial II)

PLOt Siantar Sejak 2005
Opera Batak terdahulu tak mampu lagi bertahan dan dihidupkan oleh orang-orang Opera Batak. Selain Zulkaidah Harahap ada beberapa pemain terdahulu menegaskan hal itu waktu bergabung ke PLOt (Pusat Latihan Opera Batak) Siantar. Salah satu pemain terdahulu dan generasi ketiga Opera Batak terdahulu seperti sungkan menyatakan hal itu waktu terlibat sebagai narasumber pada seminar untuk revitalisasi Opera Batak di Tarutung tahun 2002. Hingga beroperasinya PLOt sejak 2005 masih menyangsikan sejumlah tokoh untuk optimis atas kebangkitan Opera Batak seperti terdahulu.

PLOt didirikan untuk melanjutkan program revitalisasi. Dengan beroperasinya PLOt hingga kini orang-orang Opera Batak oleh karena beberapa fakta mulai bermunculan kembali; baik karena pernah bergabung melalui konteks revitalisasi yang dilanjutkan PLOt maupun secara terpisah di luar konteks revitalisasi. Pokoknya Opera Batak sudah dikenal dan terkadang mampu untuk dimanfaatkan sebagai label berkarya untuk Opera Batak itu sendiri dan bukan untuk Opera Batak. Bahkan imej orang-orang Opera Batak tidak perlu diklaim oleh setiap tim yang pernah bergabung di PLOt,

Sederhananya, orang- orang Opera Batak yang sedang bergabung dengan PLOt adalah Tim Opera Batak PLOt. Opera Batak itu tidak diemban masa depannya oleh PLOt saja. Namun seperti satu sumur yang sudah mulai jernih, siapa saja bisa mengambil airnya; namun kalau sumur itu kembali dikotori, siapakah yang layak lebih bertanggungjawab?

Tentu yang merasa orang- orang Opera Batak harus mampu menjawabnya dan tak perlu berembuk dengan Tim Opera Batak PLOt untuk mewujudkan prasangka siapa yang layak lebih bertanggungjawab karena itu.

(Sekretariat PLOt Siantar, 20 Juni 2023)

Berita Terkait

Membedah Misteri Gunung Padang: Temuan Terbaru dan Upaya Pelestariannya
Pameran “KONGSI” di Museum Nasional: Menelusuri Akulturasi Budaya Tionghoa di Nusantara
KSBN Gelar Pergelaran Seni Rupa Nusantara, Menbud: Indonesia Bisa Jadi Adikuasa Budaya
Pulau Kemaro: Legenda Cinta Abadi di Tengah Sungai Musi yang Tak Pernah Tenggelam
Festival Blora Seabad Pramoedya Ananta Toer Digelar, Fadli Zon Ajak Generasi Muda Berperan Melalui Menulis
Ambon Manise: Seribu Satu Cerita di Tanah Maluku
Menyusuri Jejak Sejarah: Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam
Badan Bahasa Diusulkan Pindah ke Kementerian Kebudayaan, Ini Kata Pengamat

Berita Terkait

Kamis, 13 Februari 2025 - 14:06 WIB

Membedah Misteri Gunung Padang: Temuan Terbaru dan Upaya Pelestariannya

Rabu, 12 Februari 2025 - 10:30 WIB

Pameran “KONGSI” di Museum Nasional: Menelusuri Akulturasi Budaya Tionghoa di Nusantara

Selasa, 11 Februari 2025 - 07:48 WIB

KSBN Gelar Pergelaran Seni Rupa Nusantara, Menbud: Indonesia Bisa Jadi Adikuasa Budaya

Minggu, 9 Februari 2025 - 16:22 WIB

Pulau Kemaro: Legenda Cinta Abadi di Tengah Sungai Musi yang Tak Pernah Tenggelam

Minggu, 9 Februari 2025 - 03:26 WIB

Festival Blora Seabad Pramoedya Ananta Toer Digelar, Fadli Zon Ajak Generasi Muda Berperan Melalui Menulis

Berita Terbaru