Syekh Abdul Wahab Lubis (Tuan Muara Mais), Pemikiran, Pengabdian, dan Karomah Wali (Serial II)
- account_circle Rahmat Kurnia Lubis
- calendar_month Sel, 4 Mar 2025

Syekh Abdul Wahab Lubis (Biasa Disebut dengan Panggilan Tuan Muara Mais). Foto Dokumen: Tangkapan Layar Youtube @sultansingolotofficial7382
Syekh Abdul Wahab Lubis dikenal sebagai sosok ulama yang memiliki berbagai keistimewaan dan karomah. Banyak kisah yang beredar di tengah masyarakat mengenai kemuliaannya, beberapa di antaranya disaksikan langsung oleh para santri, jemaah, dan warga sekitar kediamannya.
Pengalaman Jemaah Bertemu dengan Tuan Syekh Abdul Wahab Lubis (Tuan Muara Mais)
Suatu hari, datanglah seorang jemaah yang hendak memberikan infak kepada beliau. Dengan senyum lembutnya, Syekh menyambut sang tamu. Namun, tiba-tiba ia bertanya dengan nada lembut namun tegas.
“Mengapa engkau mengambil sebagian dari uangku?”
Sang tamu tersentak dan dengan wajah bingung menjawab, “Bagaimana mungkin, Tuan Syekh? Saya baru saja bertemu dengan anda, darimana saya bisa mengambil harta ataupun uang tuan ?”
Syekh Abdul Wahab tersenyum dan berkata, “Bukankah awalnya kamu berniat memberikan uang dalam amplop yang engkau niatkan sebagai infak? Bukankah engkau telah menyisihkan tiga puluh ribu rupiah, tapi kini hanya tersisa dua puluh ribu?”
Mendengar itu, sang tamu terdiam sejenak, lalu menunduk penuh rasa bersalah.
Dengan suara pelan ia mengakui, “Maafkan saya, Syekh. Sebenarnya, sebelum datang ke sini, saya memang telah memasukkan tiga puluh ribu dalam amplop ini. Namun di perjalanan, saya tergoda untuk makan dengan lauk ikan, sehingga saya mengambil sepuluh ribu dari amplop itu untuk membayar makanan.”
Betapa terkejutnya ia, menyadari bahwa Syekh Abdul Wahab Lubis mengetahui kejadian tersebut tanpa ada seorang pun yang memberitahunya. Dengan penuh rasa hormat dan penyesalan, sang tamu segera mengeluarkan uang sepuluh ribu sebagai pengganti uang yang telah ia gunakan dan menyerahkannya kembali kepada Syekh.
Namun, Syekh hanya tersenyum dan berkata dengan lembut, “Ambillah kembali uang ini untuk keperluanmu. Tetapi ingat, lain kali jagalah niat dan amanah yang telah kau tetapkan dari awal.”
Perkataan bijak itu terpatri dalam benak sang tamu. Ia pun berjanji dalam hati untuk tidak mengulanginya lagi. Kisah ini menjadi bukti nyata kebijaksanaan dan keistimewaan Syekh Abdul Wahab Lubis yang selalu memberikan pelajaran berharga kepada para pengikutnya.
Kisah Keistimewaan Lainnya
Dalam kesempatan lain, istri Syekh Abdul Wahab Lubis merasa kesal karena tidak ada beras di rumah untuk dimasak. Dengan perasaan geram ia berkata;
“Cobalah cari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang, supaya kita bisa membeli beras.”
Syekh dengan tenang menjawab, “Kita juga bekerja, tapi kepada Yang Maha Kaya. Dia yang tidak pernah kekurangan apa pun. Sebentar lagi, kita juga akan menerima rezeki.”
Tak tahan mendengar jawaban itu, sang istri keluar dari rumah dengan perasaan kesal. Saat berjalan di jalan raya, ia bertemu dengan seorang tamu yang bertanya;
“Maaf, apakah Anda tahu di mana rumah Tuan Syekh Abdul Wahab Lubis?”
Dengan nada masih kesal, sang istri bertanya, “Kenapa Anda mencari beliau?”
“Saya membawa beberapa karung beras untuk diserahkan kepada Syekh,” balas sang tamu
Mendengar itu, perasaan sang istri berubah. Dengan hati yang berbunga-bunga, ia mengantar tamu tersebut ke rumahnya. Setelah tamu pergi, Syekh hanya tersenyum,
“Kita ini adalah hamba Allah yang Maha Kaya,” ucap syekh Abdul Wahab.
Tidak hanya beras, suatu ketika, Syekh juga mengalami kekurangan lauk. Saat itu, ia bertemu dengan seorang nelayan yang sudah lama menjala di Sungai Batang Gadis tanpa hasil Tangkapan ikan.
Dalam keputusasaan sang nelayan, Syekh berkata, “Coba tebar jala di titik ini.”
Dengan izin Allah, setiap kali nelayan melempar jala di tempat yang ditunjuk Syekh, ikan pun tertangkap dalam jumlah banyak. Karena kegembiraannya, sang nelayan memberikan dua ekor ikan besar untuk Syekh sebagai bentuk rasa syukur.
Ketika Maling Bertemu dengan Syekh Abdul Wahab Lubis
Pada suatu malam, sekelompok pencuri memasuki area rumah Syekh dan mencoba mencuri kayu manis. Mereka mengangkut barang curian itu dan berusaha meninggalkan rumah, tetapi anehnya, semakin lama berjalan, mereka selalu kembali ke depan pintu rumah Syekh.
Menyadari hal itu, Syekh keluar dan berkata dengan lembut, “Sepertinya kalian sudah bekerja keras sampai begini larut. Sudahlah, dari dua ikat kayu manis yang kalian ambil, ambillah satu ikat untuk kalian sendiri sebagai upah karena sudah membawanya sampai ke depan rumah ini.”
Dengan wajah pucat pasi, para pencuri itu merasa ketakutan dan menyesali perbuatannya. Mereka meminta maaf dan mengembalikan kayu manis yang telah diambil. Namun, Syekh hanya tersenyum dan berkata;
“Tidak apa-apa. Apakah masih kurang yang ingin aku berikan?”
Begitulah kelembutan dan kasih sayang Syekh Abdul Wahab Lubis, bahkan kepada mereka yang berniat mencuri. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa keistimewaan dan karomah beliau tidak hanya dalam ilmu dan kebijaksanaan, tetapi juga dalam kasih sayang kepada sesama.
Kisah dari Pondok Pesantren Darul Ulum
Dari guru kami di Pondok Pesantren Darul Ulum, penulis mendengar sebuah kisah. Ketika jenazah almarhum ingin dikebumikan, area dimana kuburan telah di gali terus mengeluarkan air, tak habis pikir akan perkara itu, banyak masyarakat dan penggali kubur yang bertanya ada apa gerangan, hingga tiba saatnya jenazah sudah sampai di perkuburan secara otomatis air yang awalnya deras dalam liang lahat tempat sang Tuan Syekh akan dimakamkan, hilang seketika seolah ada sedotan yang mengeluarkan air dari lubang makam ini.
Sekitar tahun 1982 seorang bernama Ali Sati Nasution, membagikan kisahnya dalam catatan media “sumut24.co”. Ia pernah mencoba memotret Syekh Abdul Wahab Lubis dengan lima hingga enam jepretan. Namun, ketika hasil foto dicetak di studio Abang Adek di Pasar Panyabungan, tak satu pun yang berhasil dicetak dengan jelas. Seolah-olah ada kekuatan tak kasat mata yang melindungi sosok beliau.
Pengalaman lain dari Ali terjadi saat beliau berziarah ke makam Tuan Syekh Abdul Wahab Lubis di lingkungan Pondok Pesantren Muara Mais Jambur. Maksud hati hendak membaca Surah Yasin, namun saat mengambil buku Yasin dari tas, kacamata yang biasanya disimpan bersama buku itu ternyata tidak ada. Tulisan di buku Yasin sangat kecil, mustahil rasanya dibaca tanpa bantuan kacamata.
Meski sempat khawatir, Ali tetap melanjutkan niatnya dengan penuh keikhlasan. Ajaibnya, bacaan Yasin dapat diselesaikan dengan lancar, seolah-olah ada kekuatan lain yang memudahkan penglihatan.
Saat perjalanan pulang sempat berhenti di desa Laru, karena masih penasaran akan keajaiban mata yang dapat melihat secara terang ketika membaca surat Yasin barusan di area makam Tuan Syekh Abdul Wahab, Ali mencoba membaca kembali Surah Yasin tanpa kacamata, tetapi kali ini ia tidak berhasil. Kejadian ini menjadi sebuah tanda tanya besar baginya, bagaimana mungkin di makam Syekh, penglihatan bisa begitu jelas? Wallahu A’lam Bishawab. (Rahmat Kurnia Lubis)
- Penulis: Rahmat Kurnia Lubis