JAKARTA – Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) sebagai bagian dari stimulus ekonomi tahun anggaran 2025.
Langkah ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendukung stabilitas ekonomi dan sosial di tengah tantangan global.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025, yang mulai berlaku sejak diundangkan pada 4 Februari 2025.
Sesuai regulasi ini, insentif PPh 21 DTP diberikan atas penghasilan bruto yang diterima pegawai dari pemberi kerja dengan kriteria tertentu, berlaku untuk Masa Pajak Januari hingga Desember 2025.
Siapa yang Berhak Mendapatkan Insentif?
Pemerintah menetapkan bahwa insentif ini diperuntukkan bagi pegawai yang bekerja di perusahaan dengan klasifikasi usaha tertentu, meliputi:
Industri alas kaki
Tekstil dan pakaian jadi
Furniture
Kulit dan barang dari kulit
Selain itu, perusahaan harus memiliki kode klasifikasi lapangan usaha yang terdaftar dalam basis data Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap bisa menikmati fasilitas ini, dengan syarat memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang sudah terintegrasi dengan sistem DJP.
Namun, pegawai yang sudah menerima fasilitas PPh 21 DTP dari skema lain tidak dapat memperoleh insentif ini.
Batasan Penghasilan untuk Penerima Insentif
Tidak semua pegawai dapat menikmati insentif ini. Ada batasan penghasilan yang harus dipenuhi, yaitu:
Pegawai Tetap: Penghasilan bulanan maksimal Rp10.000.000 pada Januari 2025 atau pada bulan pertama bekerja di tahun tersebut.
Pegawai Tidak Tetap:
Jika dibayar harian, mingguan, atau borongan, rata-rata penghasilan harian tidak boleh melebihi Rp500.000.
Jika dibayar bulanan, penghasilan maksimal Rp10.000.000.
Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan
PPh 21 DTP harus dibayarkan langsung secara tunai oleh pemberi kerja bersamaan dengan pembayaran gaji pegawai. Insentif ini tidak termasuk sebagai penghasilan kena pajak, namun tetap harus dilaporkan oleh pemberi kerja dalam SPT Masa PPh 21/26 setiap bulan.
“Pemberi kerja wajib menerbitkan dan memberikan bukti potong kepada pegawai yang menerima insentif ini,” ujar seorang pejabat dari Kementerian Keuangan.
Jika jumlah PPh 21 DTP yang diberikan lebih besar dari PPh 21 yang terutang dalam tahun pajak, kelebihannya tidak dapat dikembalikan kepada pegawai maupun dikompensasikan.
Dengan adanya insentif ini, pemerintah berharap dapat memberikan stimulus positif bagi dunia usaha serta meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor-sektor strategis. ***






