JAKARTA – Anggota Badan Pengkajian MPR RI, Dedi Iskandar Batubara, menyoroti semakin melemahnya semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang menjadi salah satu poin penting dalam tuntutan reformasi 1998.
Menurutnya, dalam hampir tiga dekade perjalanan reformasi, kewenangan daerah justru semakin tergerus oleh kebijakan pemerintah pusat.
“Pertanyaan besar saya, apakah desentralisasi ini masih bisa dioptimalkan? Saya melihat dalam Asta Cita Presiden tidak ada secara eksplisit kalimat yang menunjukkan penguatan desentralisasi atau otonomi daerah. Yang ada hanya pembangunan dari desa dan bawah untuk pemerataan dan pemberantasan kemiskinan,” ujar Dedi dalam sebuah diskusi MPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Kewenangan Daerah Ditarik ke Pusat
Dedi mengungkapkan, sejak diberlakukannya berbagai regulasi mulai dari UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 12 Tahun 2008, hingga UU No. 23 Tahun 2014, semangat otonomi daerah yang awalnya digagas pascareformasi justru mengalami distorsi.
“Belakangan, banyak undang-undang baru seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja yang kembali menarik kewenangan daerah ke pemerintah pusat. Ini semakin menjauhkan kita dari semangat desentralisasi yang dulu diperjuangkan,” tegas Senator asal Sumatera Utara ini.
Menurutnya, tujuan utama desentralisasi adalah membagi kewenangan secara administratif, mendorong pemerataan pembangunan ekonomi, dan memperkuat daerah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Namun, realitas yang terjadi justru sebaliknya.
“Sekarang daerah yang kaya sumber daya alam justru memiliki angka kemiskinan yang tinggi. Misalnya, di daerah tambang nikel dan batubara, masyarakat setempat masih hidup miskin. Ini karena kekayaan alamnya tidak dikelola secara maksimal oleh pemerintah daerah,” jelasnya.
Dana Transfer ke Daerah Menurun Drastis
Dedi juga menyoroti penurunan signifikan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Ia menyebutkan, dana transfer yang sebelumnya mencapai lebih dari Rp1.000 triliun, kini hanya sekitar Rp650 triliun atau turun 29,4%.
“Dengan jumlah itu, kepala daerah pasti pusing. Apalagi izin-izin investasi kini ditarik ke pusat, sehingga ruang gerak daerah semakin sempit,” ucapnya.
Ia menilai kondisi ini mendorong pemerintah daerah untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bahkan, di beberapa daerah, kenaikan PBB mencapai hingga 1.000%.
“Bayangkan, banyak pemerintah kabupaten dan kota yang kini agresif menaikkan PBB hanya untuk menutup defisit anggaran. Ini tentu memberatkan masyarakat,” ungkapnya.
Perlu Reformulasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
Dedi juga menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah. Awalnya, ia meragukan efektivitas program tersebut, namun kini ia mendukung pelaksanaannya dengan catatan bahwa pengelolaan harus dilakukan pemerintah daerah.
“Kalau program MBG ini dikelola langsung oleh pemerintah pusat, saya khawatir akan membuka peluang korupsi. Harusnya dana tersebut menjadi bagian dari dana transfer daerah agar bisa dikelola langsung oleh kepala desa atau pemerintah daerah, tentu dengan supervisi dari pusat,” tegasnya.
Empat Rekomendasi untuk Penguatan Otonomi Daerah
Dalam kesempatan itu, Dedi menyampaikan empat rekomendasi penting:
-
Pemerintah pusat harus lebih banyak melibatkan daerah dalam pengambilan kebijakan strategis.
-
Memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah untuk mengelola sumber daya alam dan mengembangkan inovasi.
-
Mengurangi disparitas ekonomi antar daerah dengan memberikan perhatian khusus pada daerah yang tertinggal.
-
Mereformasi sistem Pilkada agar menghasilkan pemimpin daerah berkualitas, bukan hanya yang dekat dengan partai politik di pusat.
“Selama mekanisme Pilkada masih seperti sekarang, yang lahir sebagai kepala daerah adalah mereka yang punya kedekatan dengan pusat. Akibatnya, kepala daerah lebih sibuk bolak-balik ke kementerian di Jakarta daripada fokus membangun daerahnya,” pungkas Dedi.
Dengan kondisi yang ada, Dedi menekankan pentingnya kembali ke semangat awal reformasi yang mengedepankan desentralisasi dan otonomi daerah demi kesejahteraan rakyat di seluruh pelosok Indonesia.
Penulis : lazir
Editor : ameri






