JAKARTA – Anggota Komisi V DPR, Sofwan Dedy Ardyanto, menegaskan pentingnya menunggu hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait kecelakaan akibat rem blong.
Ia berharap laporan tersebut bisa menjadi dasar bagi Komisi V untuk menggelar rapat dengan pihak terkait guna mencari solusi konkret.
“Kita perlu menunggu hasil investigasi KNKT terlebih dahulu. Ini penting agar kita bisa mengambil langkah yang tepat, bukan hanya untuk mencari penyebab kecelakaan, tapi juga mencegah kejadian serupa di masa depan,” ujar Sofwan diacara Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI menggelar Diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema” Rem Blong Kembali Terjadi dan Telah Menelan Korban Jiwa di Tol Ciawi, Bagaimana Langkah Tepat Untuk Mengurangi Laka Akibat Rem Blong ?” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2 2025).
Dalam diskusi mengenai keselamatan transportasi darat, Sofwan menyoroti tiga aspek utama yang harus diperbaiki: regulasi, implementasi, serta pelaksana dan aktor yang terlibat.
Sofwan menyoroti Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya Pasal 184 yang menyerahkan penentuan tarif kepada mekanisme pasar. Menurutnya, hal ini mendorong persaingan harga yang berdampak pada pengurangan biaya operasional, termasuk aspek keselamatan.
“Ketika tarif ditentukan oleh pasar, operator transportasi cenderung menekan biaya. Sayangnya, yang sering dikorbankan adalah keselamatan penumpang dan pengemudi. Ini yang harus kita perbaiki dalam revisi UU yang masuk Prolegnas 2025,” tegasnya.
Sofwan menekankan bahwa keberhasilan regulasi bergantung pada pengawasan yang ketat. Ia mencontohkan reformasi perkeretaapian di era Ignasius Jonan, di mana sistem monitoring yang disiplin berhasil meningkatkan keselamatan meskipun biaya operasional meningkat.
Namun, ia mengakui bahwa pengawasan di sektor transportasi darat jauh lebih sulit dibandingkan sektor udara atau laut.
“Di perkeretaapian, pengawasan bisa dilakukan lebih ketat karena jalurnya jelas. Tapi di transportasi darat, wilayahnya luas, dan pengawasannya masih lemah. Ini tantangan besar yang harus segera kita atasi,” katanya.
Sofwan juga menyoroti lemahnya standar kompetensi tenaga kerja di sektor transportasi darat. Salah satu contohnya adalah proses rekrutmen sopir truk yang masih sangat longgar dibandingkan pilot atau awak kapal.
“Kalau kita lihat, menjadi pilot atau awak kapal butuh pelatihan dan sertifikasi yang ketat. Tapi bagaimana dengan sopir truk? Rekrutmennya masih longgar, dan ini berdampak langsung pada keselamatan di jalan,” ungkapnya.
Selain itu, ia menyoroti rendahnya kesejahteraan sopir truk, yang menyebabkan banyak dari mereka beralih ke pekerjaan lain, seperti ojek online.
“Sistem upah yang tidak jelas dan kesejahteraan yang rendah membuat banyak sopir truk meninggalkan profesinya. Ini masalah serius yang harus kita selesaikan,” tambahnya.
Di sisi lain, pengusaha transportasi juga dihadapkan pada dilema antara efisiensi dan keselamatan. Menekan biaya operasional sering kali berarti mengurangi perawatan kendaraan dan menekan kesejahteraan sopir.
“Yang lebih mengkhawatirkan, banyak kendaraan yang terlibat kecelakaan justru sudah lolos uji KIR. Ini artinya, kita harus mengevaluasi lagi efektivitas sistem uji kelayakan kendaraan di Indonesia,” ujar Sofwan.
Sebagai langkah konkret, Komisi V DPR akan fokus pada tiga hal utama: Penyempurnaan regulasi agar lebih ketat dan komprehensif, Peningkatan pengawasan untuk memastikan aturan benar-benar diterapkan dan Rekonstruksi anggaran agar keselamatan transportasi tetap menjadi prioritas.
“Revisi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus progresif, tetapi tetap realistis agar bisa diterapkan dengan efektif. Selain itu, kami juga akan memperkuat fungsi pengawasan untuk memastikan regulasi berjalan dengan baik,” jelasnya.
Sofwan mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran infrastruktur dan transportasi yang ekstrem bisa berdampak buruk pada keselamatan publik.
“Keselamatan transportasi adalah investasi jangka panjang. Jika anggaran terlalu dipangkas, dampaknya bisa fatal. Pemerintah harus mempertimbangkan kembali kebijakan ini demi keamanan masyarakat,” pungkasnya. ***