JAKARTA – Komitmen Kementerian ATR/BPN yang menargetkan 300 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digital pada 2026 mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari kalangan praktisi hukum.
Jerry Nababan, seorang Praktisi Hukum dari Kantor Hukum JHN & Partner, menilai langkah strategis yang diusung Menteri ATR/BPN Nusron Wahid ini bukan sekadar program digitalisasi, melainkan sebuah terobosan fundamental yang akan menjadi game changer dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan memberikan kepastian hukum yang lebih besar. Hal itu dikatakan Jerry Nababan, menanggapi hasil Rapat Koordinasi Finalisasi Paket Ekonomi, Senin (22/9/2025).
“Dalam praktik hukum, khususnya yang menyangkut properti dan perizinan berusaha, ketidakjelasan tata ruang adalah pangkal dari banyak masalah. Mulai dari sengketa lahan, pembatalan perizinan, hingga konflik dengan masyarakat. Target 300 RDTR digital yang terintegrasi dengan sistem OSS, seperti yang disampaikan Bapak Menteri Nusron Wahid, adalah solusi yang tepat sasaran,” ujar Jerry Nababan, Rabu (24/9/2025).
Jerry menjelaskan, dengan RDTR yang terdigitalisasi dan terintegrasi, proses penerbitan KKPR yang bisa dipangkas menjadi 2-3 hari memiliki dampak hukum yang signifikan.
“Efisiensi waktu ini berarti mengurangi ketidakpastian. Investor dapat dengan cepat dan mudah mengakses informasi yang akurat tentang suatu kawasan. Ini meminimalkan legal risk dan biaya due diligence yang selama ini sering menjadi hambatan. Apa yang dilakukan Kementerian ATR/BPN pada dasarnya adalah memangkas biaya transaksi (transaction cost) dalam berinvestasi,” paparnya.
Lebih lanjut, Jerry Nababan menyoroti positif kolaborasi ATR/BPN dengan Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam penyediaan peta dasar. “Ketersediaan peta dasar skala 1:5.000 yang akurat adalah fondasi dari RDTR yang kredibel. Tanpa fondasi yang kuat, RDTR rentan terhadap penafsiran ganda dan sengketa di kemudian hari. Langkah sistematis dari BIG untuk menyelesaikan peta dasar per pulau hingga 2029 menunjukkan keseriusan pemerintah membangun sistem yang berintegritas,” tambahnya.
Sebagai praktisi yang banyak menangani kasus korporasi, Jerry juga sependapat dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto agar memprioritaskan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi.
“Memprioritaskan RDTR di kawasan seperti Sulawesi, Jawa bagian utara, dan Sumatra bagian timur adalah langkah yang cerdas. Dengan memberikan kepastian tata ruang di wilayah-wilayah ‘prime’ ini terlebih dahulu, pemerintah secara efektif menarik investasi berkualitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang terencana dan minim konflik,” ujarnya.
Jerry Nababan menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa program percepatan RDTR digital ini sejalan dengan prinsip good governance.
“Kami dari Kantor Hukum JHN & Partner mendukung penuh langkah ini. Transparansi dan aksesibilitas informasi tata ruang melalui digitalisasi adalah wujud nyata dari pemerintahan yang akuntabel. Ini bukan hanya tentang percepatan perizinan, tetapi tentang membangun landasan hukum yang kokoh untuk pembangunan Indonesia ke depan,” pungkas Jerry.
Penulis : lazir
Editor : guntar