RENTAK.ID – Banten, provinsi yang sering dijuluki daerah “Seribu Kiai dan Sejuta Santri”, memiliki kekayaan sejarah ke-Islaman yang luar biasa. Salah satu ulama masyhur dunia, Syekh Nawawi Al Bantani. Hingga kini, karya-karya Syekh Nawawi terus dipelajari di berbagai pesantren dan perguruan tinggi, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Para ulama dan wali Allah dalam tradisi Islam tidak hanya menjadi simbol tetapi juga sebagai teladan kehidupan dan penjaga moral dalam setiap zaman, kisah-kisah mereka senantiasa menjadi inspirasi. Mereka menjadi pelita dalam ilmu pengetahuan, Panutan dalam hal kecintaan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, mereka sangat menghormati dan mengasihi sesama makhluk di bumi. Doa dan nasihat mereka dipercaya menjadi pilar penjaga negeri, menghindarkan dari bencana, dan membawa keberkahan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber masyarakat dan penelusuran kami dari berbagai media menyebutkan bahwa masyarakat Banten khususnya, percaya bahwa ada tiga ulama atau wali Allah yang disebut sebagai “Paku Bumi Banten” yang saat ini masih hidup, diantaranya adalah Abah Abuya Muhtadi Cidahu, Abah Abuya Munfasir Padarincang dan yang terakhir adalah Abah Abuya Syar’i Ciomas.
Masyarakat meyakini bahwa tirakat, zikir, dan doa yang mereka panjatkan menjadi perisai dari bencana. Salah satu kisah yang sempat viral adalah adalah ketika banjir besar melanda Serang. Malam sebelum banjir, Abuya Muhtadi melakukan zikir panjang dan berkata, “Banten geus teu katahan deui ku aing”, yang artinya, “Banten sudah tidak dapat tertahan lagi oleh saya.” Keesokan harinya, banjir besar melanda kawasan tersebut.
Abah Abuya Syar’i Ciomas: Ulama Karismatik “Paku Bumi Banten”
Untuk lebih fokus terhadap tulisan kami saat ini, kami akan mengurai salah satu diantara tiga wali tersebut diatas yaitu Abah Abuya Syar’i. Nama lengkap beliau adalah KH. Ratu Bagus Syah Ahmad Syar’i Mertakusuma. Tentang tahun kelahiran beliau memang masih diperdebatkan namun beberapa sumber dan media yang kami peroleh menyebutkan, beliau lahir pada 8 Rajab 1287 H (8 Oktober 1870). Dengan usia yang kini mencapai sekitar 155 tahun, ia disebut sebagai murid Syekh Nawawi al Bantani dan satu generasi dengan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Ia sendiri dikenal sebagai sosok ulama yang luas pengetahuannya khususnya di bidang ilmu tasawuf. Belakangan ini beliau cukup viral seiring dengan foto yang telah di posting oleh warganet di sosial media.
Dari latar belakang ini kemudian kami melakukan perjalanan ke kediaman abah Abuya Syar’i di Desa Sukadana, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Serang. Perjalanan dari Jakarta memakan waktu sekitar tiga jam melalui tol menuju Serang. Setelah sampai, suasana kediaman abah dipenuhi tamu dari berbagai daerah, seperti Serang, Jakarta, Bogor, Sukabumi, hingga Bandung.
Bertemu Abah Abuya Syar’i
Sebelum bertemu, setiap tamu harus terlebih dahulu melakukan registrasi yang dikelola oleh kang Ujang, seorang santri senior dari Bogor, sekaligus orang yang berkhidmat pada pesantren abah ini. Menunggu dipanggil kami beristirahat di sekitar kediaman abah sambil minum teh dan kopi panas, karena di area tersebut dilengkapi dengan mushala, toilet, tempat wudhu, dan warung kecil. Ketika giliran kami dipanggil maka terlihat sosok tua yang memakai pakaian dan peci serba putih (hal ini menjadi ciri khasnya), kharisma di usia senjanya tetap saja masih terlihat apalagi perawakan dengan jenggot panjangnya, alis dan jambang yang semuanya juga sudah memutih. Ia masih saja tampak terlihat sehat dan bugar sambil senyum menyambut kedatangan kami.
Memang tidak banyak hal yang dapat kami utarakan dalam silaturrahim ini, melalui asistennya kang Ujang, ia menyampaikan “silahkan disampaikan maksud dan hajatnya” seraya abah mengangkat kedua tangannya beliau langsung mendoakan kami, termasuk air mineral yang kami bawa sebagai wasilah untuk menjadi obat kesehatan atas doa yang telah beliau panjatkan. Selesai doa saatnya giliran jamaah lain untuk bertemu dengan beliau. Begitulah seterusnya beliau menerima tamu. Sebagai seorang ulama kharismatik ingin sebetulnya kami berlama-lama dan betah duduk bersama beliau, dihadapannya kami merasa tenang dan nyaman saja.
Kang Ujang, selaku asisten dalam kediaman abah Syar’i menyampaikan pesan pada kami “ Jika ingin lama untuk duduk dengan beliau (abah) maka silahkan hadir dalam majelis/kajian ilmu yang langsung diisi oleh beliau, karena kalau sekedar minta wasilah dan doa memang tidak banyak waktu yang tersedia apalagi jemaah/tamu yang hadir lumayan banyak” tambahnya.
Selain Kang Ujang, ada juga Doni yang sudah menetap di kediaman abah, pria ini berasal dari Tebing Tinggi, Sumatera Utara, “Sudah berapa lama disini Don” ujarku, “Sudah masuk tahun ke enam bang” balas Doni, dialog kami sebagai sesama anak Sumatera Utara terus mengalir begitu saja, dia menyampaikan “Saya dulunya orang yang penuh dosa dan pelaku maksiat bang hingga saya sampai pada tempat ini untuk bertaubat yang langsung dibimbing abah sambil menjalankan riyadhah penuh pengabdian di kediaman ini demi keberkahan” tuturnya.
Dalam kediaman abah tidak sembarangan jika ingin membuat video, konten atau sekedar swafoto kecuali memang ada izin dari beliau langsung, dalam ruangan tunggu sekitar warung jelas tertulis larangan itu. Jika kita dari Jakarta dan ingin berkunjung ke kediaman abah Syar’i maka bisa keluar dari Pintu Tol Serang Timur, abah bisa dijumpai setiap hari dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Setiap pagi abah menerima tamu pada pukul 09.00 WIB s/d menjelang dzuhur, setelah istirahat siang abah kembali menerima tamu pada pukul 16.00 WIB s/d 17.00 WIB. Jika ingin berkunjung malam hari jemaah bisa datang pada pukul 20.00 WIB – 23.00 WIB. Disarankan jika ingin berkunjung agar terlebih dahulu konfirmasi pada kang Ujang untuk memastikan jadwal dan keberadaan abah. (Rahmat Kurnia Lubis )
Penulis : Rahmat Kurnia Lubis
Editor : Erka