Syekh Abdul Wahab Lubis (Tuan Muara Mais), Pemikiran, Pengabdian, dan Karomah Wali (Serial I)
- account_circle Rahmat Kurnia Lubis
- calendar_month Ming, 23 Feb 2025

Syekh Abdul Wahab Lubis (Biasa Disebut dengan Panggilan Tuan Muara Mais). Foto Dokumen: Tangkapan Layar Youtube @sultansingolotofficial7382
Jaringan Ulama dan Perkembangan Islam di Nusantara
JAKARTA – Hubungan antara ulama Nusantara dan Haramayn (Makkah dan Madinah) telah berlangsung sejak abad ke-17. Hal ini diperjelas oleh Azyumardi Azra dalam bukunya, “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia,” yang menyoroti bagaimana interaksi ini berperan dalam perkembangan Islam di Indonesia.
Tokoh-tokoh awal yang membentuk jaringan ini antara lain Nuruddin al-Raniri (w. 1658), Abdurrauf al-Singkili (1615-1693), dan Muhammad Yusuf al-Makassari (1629-1699). Mereka tergabung dalam Southeast Asian Connection, jaringan ulama Asia Tenggara yang menghubungkan Nusantara dengan pusat ke-Islaman di Timur Tengah.
Di Sumatera Utara, ulama memainkan peran signifikan dalam penyebaran Islam, khususnya di Mandailing. Salah satu sosok berpengaruh adalah Syekh Abdul Qodir bin Sobir Al-Mandily (1863-1934), yang dikenal sebagai “guru dari para ulama Mandailing di Masjidil Haram.”
Pada abad ke-18 dan 19, para ulama di Mandailing tidak hanya bertugas sebagai pendakwah, tetapi juga sebagai pendidik yang membentuk pemahaman Islam di tengah masyarakat. Dalam kehidupan sosial masyarakat Mandailing yang terdiri dari banyak huta (desa), interaksi sosial yang kuat sering terjadi di pasar, menjadi pusat aktivitas ekonomi dan sekaligus sebagai tempat dalam membangun keharmonisan sosial. Pasar bukan sekadar tempat jual beli, tetapi juga tempat belajar dan berdiskusi tentang agama.
Mandailing tidak hanya dikenal melahirkan banyak tokoh politik dan akademisi, tetapi juga ratusan ulama yang berdakwah hingga ke Malaysia, Mesir, dan Arab Saudi. Salah satu tokoh besar dari wilayah ini adalah Syekh Abdul Wahab Lubis, lebih dikenal sebagai Tuan Muara Mais.
Syekh Abdul Wahab Lubis: Ulama dan Pendidik
Lahir pada tahun 1914 di Desa Muara Mais, Mandailing Natal, Sumatera Utara, Syekh Abdul Wahab Lubis merupakan putra dari Syekh Abdurrahman, seorang qadhi yang dihormati. Sejak kecil, ia menunjukkan kecerdasan luar biasa dalam menuntut ilmu. Ia menimba ilmu di Madrasah Musthafawiyah Purba Baru di bawah asuhan Tuan Syekh Musthafa Husein (1886-1955) serta berguru kepada Syekh Muhammad Hasan Lubis (1888-1953).
Di Makkah, ia belajar kepada Syekh Abdul Qodir bin Sobir Al-Mandily dan menghadiri halaqah di Masjidil Haram, termasuk berguru kepada Syekh Abdurrahman dan Syekh Muhammad Alawi al-Maliki. Ia juga menempuh pendidikan di Dar al-Ulum, Makkah, selama delapan tahun (1934-1942).
Sepulangnya ke tanah air, Syekh Abdul Wahab Lubis mengajar di Madrasah Al-Ittihadiyah Muara Mais dan membuka pengajian rutin bagi masyarakat. Ia dikenal sebagai ulama yang tegas dalam fiqh dan tauhid, tetapi tetap rendah hati dan dekat dengan masyarakat.
“Iqra: Botoho, ulang ko bodo songon orbo,” pesan beliau kepada para santrinya, mengingatkan mereka untuk terus belajar dan tidak menjadi bodoh seperti kerbau.
Sezaman dengan Ulama Besar Mandailing
Syekh Abdul Wahab Lubis hidup sezaman dengan banyak ulama besar Mandailing lainnya, seperti Syekh Muhammad Ya’qub Abdul Qadir Al-Mandili, Syekh Abdul Halim Khotib (Tuan Naposo), Syekh Ali Hasan Ahmad Addary, dan banyak lagi. Mereka bersama-sama berperan dalam menyebarkan Islam di Nusantara dan luar negeri.
Keberadaan ulama Mandailing membuktikan bahwa daerah ini memiliki warisan keislaman yang kuat dan berperan penting dalam perkembangan Islam di Indonesia serta dunia Islam pada umumnya. (Rahmat Kurnia)
- Penulis: Rahmat Kurnia Lubis