JAKARTA – Akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menegaskan pentingnya pendidikan keselamatan berlalu lintas sejak dini.
“Pendidikan ini penting untuk membentuk generasi pengguna jalan yang disiplin, bertanggung jawab, dan memahami arti keselamatan,” ujar Djoko dalam keterangannya, Rabu (15/1/2024).
Krisis Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia
Djoko mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi tantangan besar terkait tingginya angka kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan data Korlantas Polri, korban terbesar adalah kelompok usia 15–19 tahun (24 persen) dan 20–24 tahun (20 persen).
“Setiap tahun, ribuan nyawa melayang di jalan raya, dan banyak lainnya mengalami luka berat yang bahkan menambah jumlah penyandang disabilitas,” tambahnya.
Faktor manusia menjadi penyebab dominan kecelakaan lalu lintas, seperti ceroboh saat belok (11,6 persen), tidak menjaga jarak (24,5 persen), dan mengabaikan hak pejalan kaki (4,12 persen). Sementara itu, sepeda motor tercatat sebagai moda transportasi paling banyak terlibat kecelakaan (76,96 persen).
Inspirasi dari Jepang
Djoko juga menyoroti Jepang sebagai contoh sukses dalam menurunkan angka kecelakaan lalu lintas melalui pendidikan. Pada tahun 1970, Jepang mencatat 16.765 kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Berkat kampanye pendidikan keselamatan yang masif, angka tersebut turun drastis menjadi 2.839 kematian pada tahun 2020.
“Di Jepang, pendidikan keselamatan diberikan kepada semua pihak, mulai dari anak-anak hingga lansia. Ini adalah bukti bahwa pendidikan bisa mengubah perilaku masyarakat,” ujarnya.
Pendidikan Keselamatan di Indonesia
Djoko menekankan pentingnya pendidikan keselamatan berlalu lintas yang terintegrasi dalam kurikulum sekolah. PT Jasa Raharja dan Korlantas Polri telah memulai inisiatif ini bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Program ini diharapkan dapat berjalan berkesinambungan, tidak seperti tahun 2016 yang terhenti karena kurangnya sinergi,” ungkap Djoko.
Ia menambahkan, pendidikan ini tidak hanya mencakup keselamatan di jalan raya, tetapi juga di perairan. “Sebagai negara kepulauan, Indonesia harus mengedepankan keselamatan di danau, sungai, dan laut. Penggunaan jaket pelampung, misalnya, wajib ditegakkan untuk pelayaran kapal terbuka,” jelasnya.
Menuju Indonesia Emas 2045
Djoko optimistis bahwa langkah ini dapat menciptakan generasi muda yang sadar akan keselamatan lalu lintas. Kurikulum yang dirancang bertujuan untuk menurunkan angka kecelakaan, membangun kesadaran, dan membentuk budaya tertib berlalu lintas. “Ini adalah langkah awal menuju Indonesia Emas 2045. Jika Jepang bisa, kita juga pasti bisa,” pungkasnya.
Dengan implementasi kurikulum pendidikan keselamatan lalu lintas secara konsisten, diharapkan Indonesia dapat menekan angka kecelakaan, menciptakan pengendara yang disiplin, dan membangun budaya lalu lintas yang lebih baik di masa depan. ***