“Misykat: Cahaya Peradaban Islam Indonesia” Hadir di Museum Nasional, Hadirkan 1000 Tahun Jejak Islam Nusantara
- account_circle Redaksi Rentak
- calendar_month Jum, 18 Apr 2025

Kurator pameran, Prof. Ichwan Azhari saat menjelaskan pameran Misykat Cahaya Peradaban Islam Indonesia disaksikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon (dok. rentak.id)
JAKARTA — Di tengah kemegahan Museum Nasional Indonesia, cahaya peradaban Islam menyala kembali melalui pameran bertajuk “Misykat: Cahaya Peradaban Islam Indonesia”.
Diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan, pameran ini menghadirkan lebih dari 300 artefak bersejarah, membentang dari abad ke-7 Masehi hingga masa kini—sebuah penelusuran mendalam terhadap perjalanan Islam di bumi Nusantara.
“Pameran ini bukan sekadar menampilkan benda-benda kuno, melainkan sebuah refleksi sejarah yang hidup. Ia menegaskan betapa dalam dan dinamisnya hubungan bangsa Indonesia dengan Islam sejak awal kemunculannya,” ujar Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, saat membuka pameran secara resmi, Rabu sore (17/4/2025).
Fadli menjelaskan bahwa pengunjung akan menemukan manuskrip langka, mushaf Al-Qur’an kuno, batu nisan berornamen khas, peninggalan arsitektur, karya seni rupa, hingga artefak arkeologis dari berbagai wilayah di Indonesia. Menurutnya, seluruh koleksi ini disajikan dengan narasi yang mengisahkan bagaimana Islam tumbuh selaras dengan kearifan lokal.
“Salah satu temuan penting yang ditampilkan adalah dari Situs Bongal di Sumatera Utara. Di sana ditemukan koin Dinasti Umayyah, kaca Islam, dan nisan awal yang mengindikasikan kehadiran Islam di Nusantara kemungkinan sejak abad ke-7 Masehi,” jelasnya.
Namun, Menbud Fadli Zon menegaskan bahwa yang paling penting bukan soal waktu kedatangan Islam, melainkan bagaimana Islam masuk ke Nusantara dan berakulturasi secara damai.
“Islam tidak datang dengan pedang, melainkan melalui perdagangan, pertukaran ilmu, seni, dan nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya. “Proses damai inilah yang menciptakan wajah Islam Indonesia yang moderat, terbuka, dan harmonis dengan budaya lokal.”
Dalam kesempatan tersebut, Menbud juga meluncurkan buku “Katalog Deskriptif Abklats Nisan Islam Kuno di Aceh”. Buku ini mendokumentasikan 957 abklats dari 380 kompleks makam di Aceh, termasuk dari wilayah Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, dan Aceh Jaya.
Abklats adalah teknik menyalin prasasti menggunakan kertas singkong dari batu nisan asli, memungkinkan pembacaan ulang aksara dan ornamen dengan akurat.
“Ini adalah langkah penting dalam pelestarian dan kajian epigrafi Islam, terutama di wilayah barat Nusantara,” ujar Fadli.
Pameran yang berlangsung hingga beberapa pekan ke depan ini menyuguhkan 10 ruang tematik, mencakup:
Situs Bongal
Khazanah Nisan Nusantara
Ragam Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Manuskrip Agama, Hikayat, dan Sastra
Artefak Kerajaan Islam
Arsitektur dan Masjid Nusantara
Wali Songo dan Dakwah melalui Seni
Jejak Islam dalam Seni Bendawi
Seni Lukis Islam Kontemporer
Pers Islam abad ke-19–20 M
Kurator pameran, Prof. Ichwan Azhari, menyampaikan bahwa keseluruhan ruang pameran merangkum perjalanan 1.000 tahun Islam di Indonesia. “Di sini kita bisa menyaksikan kerajaan-kerajaan Islam, koleksi koin, mushaf tulisan tangan, bedug, wayang, lukisan, sampai publikasi lawas yang semuanya terkait dengan perkembangan Islam,” ucapnya.
Prof. Ichwan Azhari menegasan, bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang selama ini diambil dari pemikir barat, penah dibantahkan tahun 1960-an di Medan. Bahwa masuknya Islam bukan dari India atau yang kita kenal selama ini.
“Waktu itu belum ada data artefak yang bersejarah, tapi kini lewat koin yang dipamerkan mulai terkuak,” kata Prof. Ichwan Azhariyang dikenal sebagai budayawan asal Sumatera Utara ini.
Pameran ini terlaksana berkat kolaborasi lintas lembaga seperti Galeri Nasional Indonesia, Museum Batik Indonesia, BRIN, Bayt Qur’an & Museum Istiqlal, Fadli Zon Library, serta kontribusi para kolektor budaya.
Acara pembukaan dihadiri sejumlah tokoh, termasuk Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, Dirjen Diplomasi Kebudayaan Endah T.D. Retnoastuti, serta Anggota DPR RI Komisi X Denny Cagur. Tur keliling museum dilakukan usai peresmian untuk menyaksikan koleksi secara langsung.
Menutup sambutannya, Fadli Zon mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung terselenggaranya pameran. “Saya berharap pameran ini menjadi langkah besar dalam menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu episentrum peradaban Islam dunia,” pungkasnya.
Pameran Misykat bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi juga menjadi ruang pembelajaran lintas generasi. Ia merekatkan toleransi, memperkuat identitas budaya, dan menjadikan diplomasi budaya sebagai jembatan peradaban masa depan.
- Penulis: Redaksi Rentak