JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperketat pengawasan terhadap platform digital yang memungkinkan akses mudah ke konten pornografi, seperti Telegram dan X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter).
Permintaan ini mencuat setelah polisi menangkap pria berinisial RYS (29) di Bekasi terkait penjualan video pornografi anak melalui grup Telegram.
“Ini menjadi keprihatinan bagi KPAI kenapa kasus ini terus berulang. Siapa sebenarnya pemasok konten pornografi ini? Kami minta Komdigi memeriksa platform yang mudah menampilkan tayangan porno, seperti Telegram dan X,” ujar Ketua KPAI Ai Maryati kepada wartawan dikutip, Minggu (12/1/2025).
Menurut Ai Maryati, kasus ini mencerminkan kompleksitas masalah pornografi di Indonesia yang tidak hanya melibatkan pelaku individu, tetapi juga jaringan yang memanfaatkan platform digital tanpa regulasi ketat.
“Masih ingat kasus delapan anak korban video porno sesama jenis di Bandara Soetta? Itu diproduksi oleh sebuah production house dan diedarkan hingga Amerika. Ini membuktikan ada keterlibatan sindikat global,” kata Ai Maryati.
Ia juga menyoroti perbedaan regulasi di berbagai negara terkait konten dewasa. Di Indonesia, konten tersebut dianggap melanggar norma kesusilaan, tetapi di negara lain dianggap sebagai konten biasa yang diatur agar tidak dapat diakses anak-anak.
“Platform yang memiliki aturan dan ideologi perlindungan anak seharusnya lebih tegas. Misalnya, di Australia, akses media sosial untuk anak-anak dibatasi. Indonesia perlu menerapkan langkah serupa,” tegasnya.
Sebelumnya, RYS Jual Ribuan Konten Porno Anak dengan Harga Murah RYS ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya di Bekasi Barat. Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan lebih dari 1.000 konten pornografi, termasuk video anak-anak. ***