RENYAK.ID JAKARTA- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menegaskan, mahasiswa terjebak dalam euforia tidak diwajibkannya Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nizam, di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta sebagai tugas akhir.
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nizam, di Kantor Kemendikbudristek menegaskan bahwa tetap ada tugas akhir.
Dimana dalam peraturan tetap ada tugas akhir dengan kompetensi tertentu yang dapat ditentukan oleh perguruan tinggi dalam meluluskan mahasiswa.
“Ini memang euforia bagi mahasiswa. Jangan sampai kemudian menganggap ini menggampangkan,” ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nizam, di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Nizam menyebut, dalam meluluskan peserta didik, perguruan tinggi tetap memiliki fokus pada kompetensi mahasiswa.
Di mana, ada target kompetensi lulusan yang harus dihasilkan dari perkuliahan hingga mahasiswa tersebut lulus. Sebab itu, dn adanya kebijakan skripsi tidak lagi menjadi hal yang wajib bukan berarti memudahkan mahasiswa untuk lulus dari kampus.
“Ada kompetensi lulusan yang dihasilkan. Jadi bukan menjadikan mudah, tapi banyak pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, dunia kerja maupun warna masing-masing perguruan tinggi,” katanya.
Pada kesempatan itu dia juga mengingatkan perguruan tinggi untuk tidak menjadi pabrik ijazah dengan adanya kemerdekaan penentuan tugas akhir saat ini.
Kemendikbudristek tak ingin perguruan tinggi mengakali kemerdekaan tersebut untuk membuat mahasiswa-mahasiswanya mudah lulus. Sebab itu, pengawasan akan dilakukan.
“Melalui akreditasi. Dan pengawasan yang paling bagus itu adalah masyarakat untuk ngawal kampus-kampus agar tidak nakal dan sembarangan menjadikan kemerdekaan itu sebagai pabrik ijazah tanpa ada proses yang dilalui dan dijaga bersama,” ucapnya.
Nizam menegaskan, tujuan dari diberikannya kemerdekaan menentukan bentuk tugas akhir bagi perguruan tinggi bukan untuk memudahkan mereka meluluskan mahasiswa.
Cita-cita dari kebijakan itu adalah agar para lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang lebih sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidangnya.
“Yang ingin kita pastikan adalah justru lulusannya nanti akan lebih kompeten sesuai dengan kebutuhan di masing-masing bidang, bukan malah dipaksa untuk mengikuti ini (wajib skripsi), padahal itu tidak cocok untuk bidang tersebut,” kata Nizam.
Nizam memaparkan, Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 memberikan kemerdekaan pada perguruan tinggi untuk merancang tridharmanya secara lebih otonom.
Sebagai contoh, ketika suatu perguruan tinggi mempunyai visi-misi untuk menjadi perguruan tinggi riset, maka bisa saja menggunakan publikasi sebagai ukurannya.
“Boleh. Tidak dilarang. Jadi sesuai misi perguruan tinggi. ‘Oh perguruan tinggi saya ini lebih banyak ke arah entrepreneur. Jadi lulusannya harus bisa menyelesaikan kasus-kasus atau mengembangkan business plan yang bagus.’ Silakan. Sehingga nanti jadi branding masing-masing perguruan tinggi,” tutup Nizam.