Dewi Asmara Soroti Dugaan Pelanggaran HAM di Oriental Circus Indonesia: Desak Investigasi Independen
- account_circle Redaksi Rentak
- calendar_month Kam, 24 Apr 2025

Ilustrasi karyawan Sirkus mogok kerja (ilustrasi dibikin oleh chatgpt)
JAKARTA – Dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami para mantan karyawan Oriental Circus Indonesia (OCI) memantik keprihatinan Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara.
Ia mendesak negara untuk tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah tegas jika terbukti ada praktik kerja paksa atau eksploitasi yang terjadi di balik gemerlap dunia hiburan sirkus keliling.
“Kasus OCI menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap pekerja di sektor hiburan non-formal yang selama ini sering kali berada di luar jangkauan regulasi dan pengawasan negara. Ini bukan sekadar pelanggaran ketenagakerjaan, tapi pelanggaran HAM yang serius,” kata Dewi Asmara dalam keterangan tertulis, Kamis (24/4/2025).
Politikus Partai Golkar itu menyoroti posisi Indonesia sebagai negara anggota International Labour Organization (ILO). Ia merujuk pada Konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa, yang melarang segala bentuk kerja yang dilakukan di bawah ancaman, tanpa kesukarelaan, serta dengan pemalsuan dokumen atau pembatasan kebebasan.
“Kalau ada unsur kerja yang dilakukan tanpa kerelaan, disertai kekerasan, penyekapan, atau intimidasi, maka itu masuk kategori kerja paksa. Bahkan, jika ada unsur pemindahan atau perekrutan paksa, maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang sesuai UU No. 21 Tahun 2007,” tegasnya.
Ia juga menyinggung adanya praktik pemotongan gaji secara sepihak, keterlambatan atau penghilangan upah, serta sistem pembayaran tidak tunai yang dinilai tidak adil. Menurut Dewi, hal itu melanggar Konvensi ILO No. 95 tentang Perlindungan Upah.
Mengantisipasi potensi pelanggaran yang lebih luas, Dewi mendorong pemerintah untuk melakukan langkah hukum yang progresif dan menyeluruh. Ia merekomendasikan pembentukan Tim Investigasi Independen yang melibatkan Komnas HAM dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di OCI.
“Saya minta Komnas HAM dan Kemnaker segera membentuk tim investigasi gabungan untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM di OCI secara menyeluruh. Jangan sampai kasus ini dibiarkan berlarut,” ujarnya.
Tak hanya itu, Dewi juga mendorong Kejaksaan Agung dan Polri membentuk satuan tugas khusus (Satgas) penegakan hukum, untuk menindaklanjuti kasus ini dengan pendekatan lintas undang-undang: dari UU Ketenagakerjaan, UU HAM, hingga UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).
Ia menambahkan, perlindungan terhadap para korban harus menjadi prioritas utama. “Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus turun tangan memberikan perlindungan menyeluruh — mulai dari keamanan fisik, psikologis, hingga pendampingan hukum agar korban bisa menuntut haknya, termasuk kompensasi dan ganti rugi,” ujar Dewi.
Dalam jangka panjang, Dewi menilai perlu adanya regulasi khusus yang mengatur sektor hiburan non-formal, seperti sirkus keliling, yang rentan mempekerjakan kelompok marjinal termasuk anak-anak.
“Perlu ada payung hukum yang mengatur standar kerja, perlindungan pekerja, dan sistem pengawasan di sektor hiburan non-formal. Ini penting karena banyak pekerjanya berpindah-pindah dan tidak tercatat dalam sistem formal ketenagakerjaan,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Dewi mengajak pemerintah meluncurkan kampanye nasional tentang hak pekerja dan bahaya kerja paksa, khususnya di komunitas hiburan. Sosialisasi terhadap aparat penegak hukum, menurutnya, juga tak kalah penting.
“Kasus Oriental Circus Indonesia harus jadi titik balik. Negara tidak boleh menutup mata. Kita sudah punya instrumen hukum, baik nasional maupun internasional. Sekarang saatnya kita benar-benar menerapkannya,” tutupnya. ***
- Penulis: Redaksi Rentak