Program Makan Bergizi Gratis Harus Bijaksana, Jangan Korbankan Infrastruktur dan Transportasi

- Penulis

Senin, 8 September 2025 - 08:58 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Djoko Setijowarno  (dok. pribadi).

Djoko Setijowarno (dok. pribadi).

JAKARTA – Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menekankan pentingnya kebijakan yang bijaksana dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Menurutnya, meski program ini memiliki tujuan mulia, anggarannya tidak boleh mengorbankan sektor krusial lain seperti infrastruktur, transportasi, kesehatan, dan pendidikan.

“Program Makan Bergizi Gratis adalah inisiatif yang patut didukung. Namun, pelaksanaannya harus bijaksana agar tidak memangkas anggaran dari kementerian atau lembaga lain yang sama pentingnya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar Djoko, Senin (8/9/2025).

Ia menegaskan, MBG sebaiknya berjalan beriringan dengan program layanan publik dasar, bukan menggantikannya. “Jangan sampai salah satu harus dikorbankan. Infrastruktur dan transportasi sama pentingnya dengan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan,” tambahnya.

Anggaran Fantastis untuk MBG, Transportasi Terancam Tersisih

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Program MBG diusulkan dengan anggaran fantastis Rp 335 triliun, bersanding dengan program ketahanan pangan (Rp 164,4 triliun), ketahanan energi (Rp 402,4 triliun), serta pertahanan dan keamanan (Rp 425 triliun).

Sementara itu, pendidikan mendapat Rp 575,8 triliun dan kesehatan Rp 244 triliun sebagai program pendukung. Besarnya alokasi untuk MBG memunculkan kekhawatiran terkait prioritas pemerintah dalam pembangunan nasional.

“Dengan dana sebesar itu, pertanyaannya adalah apakah program-program lain yang juga vital, seperti keberlanjutan infrastruktur dan transportasi yang berkeselamatan, tidak akan terpinggirkan,” kata Djoko.

Menurutnya, daerah-daerah miskin sering kali memiliki aksesibilitas yang buruk akibat minimnya infrastruktur dan transportasi umum. Tanpa perbaikan sektor ini, program MBG berisiko tidak efektif. “Sulit membayangkan masyarakat di daerah terpencil keluar dari kemiskinan tanpa jalan dan angkutan umum yang memadai,” tegas Djoko.

Angkutan Umum: Solusi Mengatasi Kemiskinan dan Putus Sekolah

Pemerintah berencana membenahi angkutan umum di 20 kota melalui RPJMN 2025–2029. Namun, anggaran untuk skema Buy The Service (BTS) justru terus menurun.

2020: Rp 51,83 miliar

2021: Rp 312,25 miliar

2022: Rp 552,91 miliar

2023: Rp 582,98 miliar (puncak)

2024: Rp 437,89 miliar

2025: Rp 177,49 miliar

2026: Rp 80 miliar (direncanakan)

“Penurunan ini membuat keberhasilan program transportasi umum sangat diragukan,” ujar Djoko.

Ia mencontohkan, di beberapa wilayah Jawa Tengah, ketiadaan angkutan umum memicu masalah sosial, termasuk tingginya angka putus sekolah. “Anak-anak tidak bisa berangkat sekolah karena tidak ada transportasi. Ini berujung pada pernikahan dini dan meningkatnya bayi stunting,” jelasnya.

Djoko menekankan, transportasi umum bukan sekadar solusi kemacetan, tetapi alat pemberdayaan masyarakat miskin. “Sangat disayangkan jika anggaran transportasi umum dipotong hanya untuk mendukung program lain. Ini justru kontraproduktif dalam mengentaskan kemiskinan,” tegasnya.

Jalan Rusak Hambat Distribusi dan Angkutan Perintis

Berdasarkan data SK Menteri PUPR No. 1688/KPTS/M/2022, total panjang jalan di Indonesia mencapai 529.132 km. Dari jumlah itu, 441.250 km merupakan jalan kabupaten/kota, namun kondisinya memprihatinkan:

12,5% (55.501 km) rusak ringan

26,7% (117.654 km) rusak berat

Total 39,2% (173.155 km) tidak mantap

Pada 2023, pemerintah mengalokasikan Rp 14,6 triliun untuk Program Inpres Jalan Daerah (IJD) dan Rp 15 triliun pada 2024. Namun, program ini dihentikan pada 2025, sehingga banyak jalan rusak belum tertangani.

Dampaknya juga dirasakan Perum Damri, yang mengoperasikan 34 trayek angkutan perintis, terutama di Jambi dan Papua Selatan. Menurut data Damri 2021, 14% ruas jalan angkutan perintis rusak, dengan kondisi terburuk di Sulawesi Selatan.

“Perbaikan jalan kabupaten/kota akan memperlancar distribusi barang dan orang. Ini memungkinkan penambahan trayek angkutan perintis yang saat ini hanya sembilan trayek, padahal kebutuhan jauh lebih besar,” ungkap Djoko.

Keselamatan Transportasi di Titik Nadir

Pakar transportasi Darmaningtyas mengkritik lemahnya perhatian pemerintah terhadap keselamatan transportasi.

“Banyak kecelakaan terjadi karena data kecelakaan tidak digunakan untuk membuat kebijakan. Nyawa hilang sia-sia di jalan,” ujarnya.

Data Korlantas Polri 2024 menunjukkan kondisi memprihatinkan:

39,48% korban kecelakaan adalah pelajar/mahasiswa (usia 6–25 tahun)

39,26% korban berada pada usia produktif (25–55 tahun)

Empat orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan di jalan raya

Sementara itu, anggaran operasional KNKT dan pemeliharaan rel kereta api (IMO) justru dipotong, padahal jaringan rel terus bertambah. Anggaran untuk rampcheck angkutan wisata dan barang juga sangat minim, bahkan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat sudah dibubarkan, membuat pengawasan semakin lemah.

Subsidi Transportasi untuk Wilayah 3T

Djoko mengingatkan, subsidi transportasi di wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) sangat vital bagi pergerakan orang dan barang. Transportasi yang terjangkau membantu masyarakat tetap produktif tanpa membebani ekonomi keluarga.

“Transportasi publik adalah penyelamat bagi masyarakat miskin. Ini seharusnya menjadi prioritas, bukan dipangkas,” tegasnya.

Menuju Indonesia Emas 2045

Djoko menutup dengan pesan penting tentang visi Indonesia Emas 2045.
“Ciri negara maju bukan hanya makanan bergizi, tetapi juga transportasi umum yang berkualitas, jalan mantap hingga pelosok, dan tingkat kecelakaan yang rendah,” jelasnya.

Ia mengingatkan pemerintah agar bijak mengalokasikan anggaran. “Jangan memotong dana untuk infrastruktur, transportasi, dan keselamatan. Lebih baik memangkas fasilitas mewah bagi pejabat, seperti mobil dinas dan perjalanan yang tidak mendesak,” pungkas Djoko.

Dengan pengelolaan anggaran yang tepat, Djoko optimistis Indonesia dapat mewujudkan mimpi menjadi negara maju pada 2045.

Penulis : regardo sipiroko

Editor : gardo

Berita Terkait

KAI Services Latih Petugas Keamanan Hadapi Kasus Pelecehan Seksual di Transportasi Publik
Kemenhub Siapkan Rp 4,39 Triliun untuk Subsidi Transportasi Daerah 3T
KAI Services Sediakan Layanan Parkir Nyaman di Stasiun, Dukung Warga Tinggalkan Kemacetan
INSTRAN Kutuk Perusakan Halte Transjakarta dan Stasiun MRT Saat Aksi Unjuk Rasa
PT KAI Hadirkan Kereta Khusus Petani dan Pedagang, Dorong Ekonomi Desa ke Kota
Terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta Kembali Beroperasi Usai Revitalisasi, Kapasitas Naik Jadi 8 Juta Penumpang per Tahun
Whoosh Beroperasi Normal Lagi Usai Pemeriksaan Jalur Rel Pascagempa
Pegiat Konsumen Tolak Usulan DPR Soal Gerbong Merokok di Kereta Jarak Jauh

Berita Terkait

Selasa, 9 September 2025 - 09:02 WIB

KAI Services Latih Petugas Keamanan Hadapi Kasus Pelecehan Seksual di Transportasi Publik

Senin, 8 September 2025 - 08:58 WIB

Program Makan Bergizi Gratis Harus Bijaksana, Jangan Korbankan Infrastruktur dan Transportasi

Sabtu, 6 September 2025 - 10:24 WIB

Kemenhub Siapkan Rp 4,39 Triliun untuk Subsidi Transportasi Daerah 3T

Selasa, 2 September 2025 - 08:20 WIB

KAI Services Sediakan Layanan Parkir Nyaman di Stasiun, Dukung Warga Tinggalkan Kemacetan

Minggu, 31 Agustus 2025 - 14:50 WIB

INSTRAN Kutuk Perusakan Halte Transjakarta dan Stasiun MRT Saat Aksi Unjuk Rasa

Berita Terbaru