JAKARTA – Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Sugiyono Madelan, menegaskan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024 tidak menjadi penyebab kebangkrutan industri tekstil di Indonesia, seperti anggapan yang beredar. Ia mengklarifikasi bahwa kebijakan ini tidak mengancam keberlangsungan sektor tekstil nasional.
“Sama sekali tidak benar bahwa Permendag 8/2024 membuat industri tekstil gulung tikar. Peraturan ini hanya mengatur alur masuknya barang kiriman dalam jumlah kecil, bukan untuk industri besar,” ujar Sugiyono dalam pernyataan resminya saat dihubungi pada Selasa malam, 29 Oktober 2024.
Sugiyono menjelaskan lebih lanjut, bahwa Permendag 8/2024 mengatur tata cara impor untuk barang-barang kiriman khusus, seperti barang kiriman pekerja migran Indonesia, barang pribadi penumpang, serta barang milik jemaah haji yang dikirimkan melalui penyelenggara pos. Aturan tersebut secara spesifik membatasi pengiriman barang dalam jumlah kecil untuk keperluan pribadi.
“Peraturan ini hanya mencakup barang-barang kiriman dalam jumlah kecil dan bukan impor dalam skala besar yang digunakan industri,” kata Sugiyono. Ia menekankan bahwa aturan ini bertujuan untuk mempermudah alur impor barang-barang kiriman tanpa memberikan dampak langsung pada sektor industri.
Ketentuan dalam aturan ini, menurut Sugiyono, hanya berlaku untuk barang bebas impor atau barang dengan pembatasan tertentu, seperti yang tercantum pada Pasal 34. Ia juga menjelaskan bahwa pelaksanaan peraturan ini tetap mengikuti ketentuan hukum kepabeanan yang berlaku. “Baik barang baru maupun bekas bisa dikirimkan, namun hanya terbatas untuk keperluan pribadi, bukan untuk skala industri besar,” tambahnya.
Lebih jauh, Sugiyono menyoroti bahwa kebangkrutan perusahaan, khususnya di sektor tekstil, sering kali disebabkan oleh faktor internal, seperti manajemen keuangan yang tidak efektif atau kondisi ekonomi perusahaan yang tidak stabil, bukan karena kebijakan pemerintah. “Perusahaan dapat bangkrut karena proses yang panjang, misalnya ketika harga jual produknya tidak mampu menutup biaya tetap rata-rata dalam jangka waktu lama,” jelasnya.
Sugiyono pun berharap masyarakat dapat memahami konteks aturan Permendag 8/2024 ini secara komprehensif. “Jangan sampai ada kesalahpahaman bahwa kebangkrutan industri diakibatkan oleh kebijakan ini, karena faktor internal perusahaan jauh lebih signifikan dalam menentukan kelangsungan usaha mereka,” ujarnya. ***