LEBAK – Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, sudah lama menolak bantuan dana desa dari pemerintah pusat. Sejak tahun 2017, desa ini secara resmi menyampaikan penolakan mereka dengan alasan administratif dan budaya.
“Ada surat dari mereka yang menyatakan keberatan menerima dana desa sejak 2017. Mereka merasa kesulitan dalam alokasi anggaran serta pertanggungjawaban administrasi,” ujar Zamroni, Kepala Bidang Pembinaan Kerjasama dan Pengelolaan Keuangan Aset Desa di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lebak, Kamis (13/2/2025).
Menurut Zamroni, Desa Kanekes sempat menerima dana desa pada tahun 2015 dan 2016. Namun, mereka menghadapi kesulitan dalam pelaporan penggunaan anggaran. Akhirnya, pada 2017, desa tersebut secara resmi mengirimkan surat penolakan ke DPMD dan memilih untuk tidak lagi menerima dana tersebut.
“Sejak 2017 hingga 2022, dana desa tetap dikirim ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), tetapi tidak pernah dicairkan oleh pihak desa. Akibatnya, dana tersebut kembali ke kas negara,” jelas Zamroni.
Pada tahun 2023, pemerintah pusat akhirnya menghentikan transfer dana desa ke Kanekes. Padahal, Desa Kanekes mendapatkan alokasi dana desa terbesar di Kabupaten Lebak, yaitu sekitar Rp2,5 miliar.
Zamroni mengatakan bahwa pihaknya sudah berdiskusi dengan pemerintah desa serta tetua adat Baduy terkait hal ini. Salah satu alasan utama mereka menolak adalah karena dana desa umumnya digunakan untuk pembangunan, sementara masyarakat Baduy menolak segala bentuk pembangunan modern.
“Kami sudah menjelaskan bahwa dana desa bisa dialokasikan untuk hal lain, misalnya bantuan bagi UMKM warga Baduy, bukan hanya pembangunan jalan. Tapi mereka tetap menolak karena merasa kesulitan dalam urusan administrasi,” ujar Zamroni.
Meski menolak dana desa, Desa Kanekes masih menerima beberapa bantuan keuangan lainnya dari pemerintah, seperti Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Bagi Hasil (DBH) dari Kabupaten Lebak, dan Bantuan Provinsi Banten.
Kepala Desa Kanekes, Oom, membenarkan bahwa desanya memang sudah lama tidak menerima dana desa.
“Sejak kepala desa sebelum saya, kami sudah tidak mengambil dana desa. Bukan karena tidak butuh, tetapi karena aturan adat kami sulit menyesuaikan dengan sistem pelaporan yang ditetapkan pemerintah,” kata Oom.
Oom juga menjelaskan bahwa masyarakat Baduy tidak menolak bantuan dalam bentuk lain, asalkan mereka tidak dibebani dengan proses administrasi yang rumit.
“Kalau ada bantuan dalam bentuk lain, kami bisa terima, tapi kami memang tidak sanggup mengurus pertanggungjawaban yang terlalu kompleks,” pungkasnya. (RKL)
Penulis : Rahmat Kurnia Lubis
Editor : Erka
Sumber Berita: kompas.com






