CBA Kritik Wacana Bansos Bersyarat Vasektomi: Ngawur dan Langgar Konstitusi!
- account_circle Redaksi Rentak
- calendar_month Rab, 30 Apr 2025

Ilustrasi vasektomi atau KB pria sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial dan beasiswa. (ilustrasi dibikin ai-rentak.id)
JAKARTA — Center for Budget Analysis (CBA) menilai wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mewajibkan program vasektomi atau KB pria sebagai syarat pemberian bantuan sosial (bansos) dan beasiswa melanggar konstitusi dan hak asasi manusia (HAM).
Koordinator CBA Jajang Nurjaman menyebut wacana tersebut tidak hanya keliru secara moral, tetapi juga bertentangan dengan sejumlah aturan hukum yang menjamin hak atas tubuh dan kehidupan pribadi warga negara.
“Ini bukan cuma kebijakan ngawur, tapi juga bentuk kekerasan struktural yang melanggar UUD 1945 dan prinsip dasar HAM. Negara tidak boleh menjadikan tubuh warga sebagai alat tukar,” kata Jajang dalam keterangan tertulis, Selasa (30/4/2025).
CBA menyoroti bahwa bantuan sosial merupakan hak konstitusional rakyat, bukan imbalan atas tindakan medis. Hal itu diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyebut, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.”
“Bansos bukan hadiah, apalagi ditukar dengan kewajiban vasektomi,” ujar Jajang.
Jajang juga menilai bahwa pemaksaan program vasektomi melanggar hak dasar warga atas tubuhnya sendiri. Ia mengutip Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, serta Pasal 5 ayat (3) UU Kesehatan No. 36/2009 yang menegaskan hak warga untuk menentukan sendiri layanan kesehatan yang dibutuhkan.
Selain itu, Pasal 9 ayat (1) UU HAM No. 39/1999 juga disebut menjamin hak warga untuk mempertahankan hidup dan tubuhnya dari intervensi negara.
“Tubuh rakyat bukan milik negara. Tidak bisa dikendalikan demi mengejar statistik atau target populasi,” katanya.
Menurut CBA, kebijakan tersebut menunjukkan pendekatan dangkal terhadap persoalan kemiskinan. Pemerintah dinilai terlalu menyederhanakan persoalan dengan membatasi jumlah anak, tanpa menyentuh akar permasalahan seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan pekerjaan.
“Ini solusi malas dan tidak manusiawi. Kemiskinan tidak selesai hanya dengan membatasi anak,” tegas Jajang.
CBA juga menyoroti potensi pelanggaran privasi jika data kepesertaan KB dijadikan syarat dalam sistem bansos. Hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip perlindungan data pribadi dalam UU No. 27 Tahun 2022.
“Data KB adalah informasi sensitif. Negara tidak boleh mengeksploitasi data reproduksi warga,” kata Jajang.
Atas berbagai pelanggaran tersebut, CBA menuntut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk segera menarik wacana tersebut. Mereka juga meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan mengevaluasi kebijakan sosial daerah yang dinilai melanggar konstitusi.
- Penulis: Redaksi Rentak