Menjelajahi Eksotisme Nusa Tenggara Timur: Dari Hamparan Gersang Kupang Hingga Danau Misterius Kelimutu

- Penulis

Sabtu, 1 Februari 2025 - 12:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para Wisatawan Berada di Area Danau Kelimutu, Puncak Gunung Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia.

Para Wisatawan Berada di Area Danau Kelimutu, Puncak Gunung Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia.

NTT – Perjalanan melintasi langit Indonesia telah membawa saya ke berbagai sudut negeri, terutama kota-kota besar. Namun, ada satu pengalaman yang membekas dalam ingatan, yaitu ketika pesawat yang kami tumpangi perlahan menuruni ketinggian untuk mendarat di Bandara Eltari, Kupang. Dari balik jendela pesawat, saya melihat hamparan padang luas, seolah membentang tanpa batas. Pemandangan ini terasa begitu asing, hingga saya bergumam dalam hati, “Apakah ini benar-benar Indonesia?”

Pemandangan tersebut mengingatkan pada kunjungan saya ke Bandara Internasional Mohamed Boudiaf di Constantine, Aljazair, tahun 2016 silam. Kesamaan geografis yang gersang membuat saya terhanyut dalam nostalgia. “Pak Jamal, kenapa ya dedaunan pohon disekitar sini berwarna kuning dan kayaknya banyak yang berguguran?” tanya saya kepada seorang warga lokal NTT. Pak Jamal tersenyum dan menjawab, “Memang begitu, Pak. Hanya sekitar tiga bulan saja saat-saat musim hujan seperti ini dedaunan akan kembali menghijau.”

Setelah mendarat, kami harus menunggu penerbangan lanjutan menuju Bandara H. Hasan Aroeboesman di Pulau Flores, Kabupaten Ende. Sembari menunggu, saya mengamati wajah-wajah penuh ceria, dialek yang beragam, dan para suster yang melintas di Bandara Eltari. Dalam hati saya berucap, “Inilah Indonesia, kaya akan budaya dan keanekaragaman yang tiada tanding.”

Napak Tilas di Rumah Pengasingan Bung Karno

Petualangan kami berlanjut ke sebuah situs bersejarah yang tak boleh dilewatkan: Rumah Pengasingan Ir. Soekarno di Ende, Pulau Flores. Di sinilah Bung Karno, sang Proklamator, diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda dari 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938.

Baca Juga :  Bupati Sergai, Kapolres dan Dandim 0204/DS, Sambut Mentan RI Kunjungi Sergai.

Pengasingan ini berawal dari aktivitas politiknya yang dianggap membahayakan kolonial Hindia Belanda. Setelah ditangkap usai pertemuan politik di rumah Muhammad Husni Thamrin, Jakarta, pada 1 Agustus 1933, Bung Karno dipenjara selama delapan bulan tanpa proses pengadilan. Gubernur Jenderal De Jonge kemudian mengeluarkan surat keputusan pengasingan.

Dalam perjalanan napak tilas ini, sahabat saya, Ari Masyhuri, bertanya, “Kira-kira dulu Soekarno dari Surabaya ke Flores naik apa, ya?” Kami pun menemukan jawaban dari situs resmi cagar budaya yang menyebutkan bahwa Bung Karno diangkut menggunakan kapal barang KM van Riebeeck, menempuh perjalanan selama delapan hari.

Tak jauh dari rumah pengasingannya, terdapat sebuah pohon sukun yang konon menjadi tempat Bung Karno merenung. Di bawah rindangnya pohon ini, Bung Karno menemukan inspirasi untuk merumuskan dasar negara, Pancasila. Kini, lokasi ini dikenal sebagai Taman Renungan Bung Karno, atau Taman Renungan Pancasila, yang terletak di Kelurahan Rukun Lima.

Selain nilai historis, tempat ini juga dipercaya memiliki aura mistis. Saudara Muslim, salah satu warga lokal memulai cerita, “Orang setempat percaya, siapa pun yang membasuh wajah di sumur Bung Karno bisa memiliki pesona karismatik, bahkan ada mitos soal potensi poligami seperti Bung Karno.” Ia menambahkan sambil tertawa, “Tapi itu hanya mitos, percaya atau tidak, kembali ke pribadi masing-masing.”

Menyusuri Keajaiban Mistis Danau Kelimutu

Tak lengkap rasanya mengunjungi Ende tanpa singgah ke Danau Kelimutu, sebuah destinasi yang bahkan mengundang wisatawan mancanegara untuk menyaksikan keajaibannya. Terletak di ketinggian 1.631 meter di atas permukaan laut, danau ini terkenal dengan tiga kawah yang memiliki warna air berbeda: biru muda, merah, dan hijau toska. Fenomena alam ini semakin menarik karena warna air danau bisa berubah-ubah seiring waktu.

Baca Juga :  Desa Wisata NTB Didorong Go Digital, Kemenparekraf Gelar Program Beti Dewi

Muslim berbagi kisah menarik tentang kepercayaan masyarakat lokal. “Masyarakat percaya bahwa ketiga danau ini adalah tempat bersemayamnya arwah-arwah,” katanya. Tiwu Nuwa Muri Koo Fai yang berwarna biru muda diyakini sebagai tempat arwah para pemuda-pemudi. Tiwu Ata Polo berwarna hijau toska dianggap sebagai tempat arwah para dukun jahat, sedangkan Tiwu Ata Mbupu, yang berwarna merah, dipercaya sebagai tempat bersemayamnya arwah orang tua bijak.

Di tengah perjalanan menuju puncak Kelimutu, saya menemukan pahatan bertuliskan Pati Ka Dua Bapu Ata Maia. Saya penasaran dan bertanya, “Apa arti tulisan ini?” Muslim menjelaskan, “Itu berarti semacam ritual untuk memberi makan kepada arwah leluhur, bagian dari kearifan lokal masyarakat sini.”

Keindahan Indonesia khususnya Kupang dan Flores tentu tidak bisa hanya digambarkan dengan Perjalanan kami kali ini, tapi setidaknya ia telah membuka mata saya tentang keindahan alam Nusa Tenggara Timur, tetapi juga menyadarkan betapa kayanya Indonesia dengan sejarah, budaya, dan tradisi yang tak ternilai harganya. Seperti yang saya rasakan di puncak Kelimutu, “Inilah Indonesia, tanah penuh pesona dan misteri yang abadi.” (Rahmat Kurnia Lubis)

Penulis : Rahmat Kurnia Lubis

Editor : Erka

Berita Terkait

Gerakan Wisata Bersih 2025: Kota Tua Jakarta Lebih Ramah Lingkungan
Desa Kanekes, Suku Baduy Tolak Dana Desa Sejak 2017, Ini Alasannya
Polri Siapkan Kandidat Kapolda Jatim, Siapa yang Akan Terpilih?
Miras Oplosan Tewaskan 13 Orang di Bogor dan Cianjur, BPOM Ingatkan Bahaya Konsumsi Miras
Pemprov Jabar Siapkan Rp 130 Miliar untuk Perbaikan Jalan di Parung Panjang, serta Santunan untuk Korban Kecelakaan
Membedah Misteri Gunung Padang: Temuan Terbaru dan Upaya Pelestariannya
Berkat GPS, Oknum Tokoh Masyarakat di Serang Diringkus, Jadi Penadah Motor Curian
Pameran “KONGSI” di Museum Nasional: Menelusuri Akulturasi Budaya Tionghoa di Nusantara

Berita Terkait

Sabtu, 15 Februari 2025 - 12:37 WIB

Gerakan Wisata Bersih 2025: Kota Tua Jakarta Lebih Ramah Lingkungan

Jumat, 14 Februari 2025 - 10:03 WIB

Desa Kanekes, Suku Baduy Tolak Dana Desa Sejak 2017, Ini Alasannya

Kamis, 13 Februari 2025 - 20:05 WIB

Polri Siapkan Kandidat Kapolda Jatim, Siapa yang Akan Terpilih?

Kamis, 13 Februari 2025 - 18:39 WIB

Miras Oplosan Tewaskan 13 Orang di Bogor dan Cianjur, BPOM Ingatkan Bahaya Konsumsi Miras

Kamis, 13 Februari 2025 - 15:56 WIB

Pemprov Jabar Siapkan Rp 130 Miliar untuk Perbaikan Jalan di Parung Panjang, serta Santunan untuk Korban Kecelakaan

Berita Terbaru