RENTAK.ID – Tak dapat dipungkiri lagi kalau para Nelayan yang berada di kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), banyak yang belum melengkapi dokumen Kapal Layar Motor (KLM) miliknya, padahal persyaratan tersebut sangat vital atau penting.
Demikian dijelasikan Kepala Kantor (Kakan) UPP Kelas II Tanjung Beringin, Luderwijk Siahaan saat diwawancarai media ini di ruangnya di Desa Tebingtinggi kecamatan Tanjungsari Beringin, Sergai, Minggu (23/7/2023).
Pemerintah kata Luderwijk Siahaan melalui Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) setempat, dalam hal ini sudah melakukan sosialisasi dan himbauan bagi kapal motor yang mempunyai ukuran maksimal 1-6 GT ( Gross Tonase), pendaftaran tidak dipungut bayaran alias gratis.
“Sebenarnya nggak sulit dan jika kita mengetahui manfaat pentingnya dokumen kapal dan sertifikasi Nakhoda atau Tekong, ibarat kalau didarat kita punya Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK), ” terangnya.
Nah, jika sudah lengkap lanjut lanjut dia,
maka kemana pun pergi pasti tidak bermasalah lagi. Untuk pass kecil bagi kapal motor Gross Tonase (GT) 1 – 6 setelah diukur atau diperiksa oleh petugas UPP, maka tidak dikenakan kutipan alias gratis.
“Tetapi untuk pass besar atau ukuran 6 – 125 GT, sesuai peraturan dari pemerintah akan dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai aturan,” tambahnya.
Dan itu menurut Luderwijk dibayarkan ke rekening negara melalui Kantor Pos atau Bank milik pemerintah.
“Bukan kepada kami, tetapi ke Kas Negara karena itu sesuai ketentuan, “jelasnya.
Kakan UPP Kelas II Tanjung Beringin ini juga mencontohkan, kalau ada kapal motor milik nelayan ditangkap personel TNI-AL, nah ketika ditanya soal dokumen kapalnya ternyata tidak memiliki.
“Memang ketika ditunjukin sama kita KTP nya warga Tanjung Beringin, tetapi ketika kita diminta untuk mengeluarkan Surat keterangan kalau kapal itu miliknya, jelas tidak bisa atau menyalahi aturan, ” ungkapnya.
Dokumen menurutnya, bisa diberikan ketika kapal tersebut sudah diukur dan dicek mesinnya. Maka dokumen harus disesuaikan dengan ukuran dan mesin kapal.
“Hal ini juga pernah terjadi, ketika ada kapal nelayan dari Pantai Labu (Deli Serdang) tertangkap ketika melaut di Malaysia. Tekong tidak mampu menunjukkan dokumen kapal atau sertifikasi dirinya, ” jelas Luderwijk.
Maka seringkali mereka minta bantuan kepada UPP Kelas II Tanjung Beringin dengan alasan asal kapal dari Bedagai (Tanjung Beringin).
” Itu tidak bisa kita anulir, sebab kapal harus terlebih dahulu diukur dan baru dokumenmya dikeluarkan. Karena nggak punya dokumen ya kena sitalah kapalnya, ” jelas Luderwijk Siahaan.
Kata Luderwijk jumlah kapal nelayan di Tanjung Beringin (Bedagai) ini, diperkirakan ribuan unit belum lagi dari Sialang buah, Bandar Khalifa, dan Pantai Cermin sekitar nya.
Dalam hal ini Luderwijk Siahaan mengakui, kalau jumlah atau data yang tercatat cuma sekitar ratusan aja dan tidak sesuai dengan realita yang ada.
“Jelasnya sistem pendataan kita tidak seperti kenderaan didarat. Kita lakukan dengan berbagai himbauan serta kegiatan untuk nelayan bersinergi dengan pihak terkait, ” terangnya.
“Semoga saja kedepannya bisa berubah dan nelayan bisa mengerti kalau ini juga tujuannya untuk kepentingan mereka melaut, ” sambungnya.
Diakhir wawancara, Luderwijk juga menambahkan kalau UPP Kelas II Tanjung Beringin ini kelasnya sama dengan pelabuhan di Tanjung Sarang Elang (Labuhan Batu), Tanjung Leidong (Asahan), Batahan (Madina), Barus (Tapanuli Tengah), Lahewa (Nias Utara), Siromba (Nias), Teluk Dalam dan Pulau Telo keduanya juga berada di Nias.(biets)
Foto :
- Ilustrasi (Pixabay)
- Kepala Kantor UPP Kelas II Tanjung Beringin, Luderwijk Siahaan saat diwawancarai di ruang kerjanya.