Fenomena Live Tarawih di TikTok: Antara Inovasi, Haus Validasi dan Kebutuhan Ekonomi
- account_circle Rahmat Kurnia Lubis
- calendar_month Jum, 7 Mar 2025

Ustadz Mahmud Daud, Salah Seorang Imam Saat Shalat Tarawih Sedang Live di Akun Sosmed TikTok.
Disaat Arab Saudi secara resmi melarang penggunaan kamera untuk menyiarkan langsung shalat tarawih, di Indonesia justru terjadi hal sebaliknya. Hal ini mengingatkan kita kembali akan teguran yang sempat di utarakan oleh imam besar dan ulama asli Madinah, Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili, pada video lawas tahun 2021 lalu, ia menyindir sikap jemaah asal Indonesia yang suka berswafoto, bahkan melakukan selfie tetapi seolah melakukan ibadah. Demikian ini menurutnya adalah hal buruk yang harus dihindari.
Arab Saudi menegaskan bahwa pelarangan ini dilakukan demi menjaga kesucian masjid serta menjaga suasana ibadah tetap khusyuk.
Larangan tersebut secara resmi dikeluarkan Kementerian Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Arab Saudi, seperti dilansir Middle East Monitor dari SPA. Larangan merekam ini tidak hanya untuk shalat Tarawih selama Ramadan tetapi demikian halnya berlaku untuk semua aktifitas shalat jemaah di masjid.
“Kami ingin memastikan bahwa masjid tetap menjadi tempat ibadah yang sakral, bukan ajang tontonan,” ujar salah satu pejabat kementerian tersebut.
Di Indonesia belakangan ini kita dihebohkan dengan video viral karena seseorang melakukan live streaming saat shalat tarawih di TikTok. Dengan suara merdu dan lantunan ayat yang indah, ia menarik ribuan penonton, bahkan mendapat berbagai gift selama siaran langsungnya.
Dibalik pro kontra persoalan ini, ternyata tidak sedikit dukungan terhadap ustadz Mahmud Daud. Penampilan sang ustadz dengan pakaian abu-abu dengan peci putih, ia terlihat begitu fokus mengimami shalat, meski dalam waktu bersamaan juga menyiarkan langsung ibadahnya.
Fenomena ini tidak berhenti pada satu orang saja. Ustaz lain bernama Nurul Alam pun mengikuti jejak serupa. Bahkan, live TikTok yang ia lakukan saat shalat tarawih ditonton lebih dari 6.000 pengguna. Beberapa penonton bahkan memberikan berbagai jenis gift, termasuk topi digital yang muncul di layar siaran langsung.
Antara Media Dakwah, Validasi dan Kebutuhan Ekonomi
Aksi mereka layaknya seorang aktor yang berdiri diatas panggung didepan ribuan audiens dan fanz mereka. Dalam kasus ini, imam shalat tidak hanya menjalankan ibadah sebagai bentuk spiritual pribadi, tetapi juga menampilkan ibadahnya sebagai tontonan yang menarik perhatian publik.
Hal ini kemudian berkaitan dengan konsep “attention economy” di mana konten yang menarik akan semakin banyak dilihat, diikuti, dan bahkan menghasilkan keuntungan finansial.
“Saya khawatir ini bukan sekadar ibadah, tapi sudah menjadi strategi mencari engagement dan uang,” ujar salah satu pengamat media sosial.
Tak heran jika banyak mempertanyakan motif di balik live streaming ini.
“Apakah ini benar-benar untuk dakwah, atau justru ajang mencari popularitas?” tanya seorang netizen dalam kolom komentar siaran langsung tersebut.
Namun demikian tentu tetap ada saja dialog yang terbuka untuk membicarakan fenomena ini, apakah bagian dari dakwah digital, haus validasi atau dalam waktu yang bersamaan kebutuhan ekonomi.
Pandangan Ulama: Sah tapi Tidak Etis
KH Abdul Muiz Ali dari Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU menjelaskan bahwa sah atau tidaknya suatu ibadah bergantung pada syarat dan rukunnya.
“Kalau syarat dan rukun salat terpenuhi, maka salatnya tetap sah,” katanya dalam wawancara seperti dikutip dalam Republika (3/3/2025).
Namun, ia menambahkan bahwa meskipun sah, tindakan ini tetap dianggap tidak etis.
“Salat adalah ibadah yang membutuhkan kekhusyukan. Jika ada sesuatu yang mengganggu, termasuk live streaming, maka hukumnya makruh,” jelasnya.
Senada dengan itu, Imam Nawawi dalam kitabnya menegaskan bahwa segala sesuatu yang mengalihkan hati dari kekhusyukan salat sebaiknya dihindari. Imam Al-Ghazali bahkan menyebut bahwa ibadah yang dilakukan demi pujian manusia tidak akan mendapat pahala.
Secara terang Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menegaskan :
فأما إذا قصد الأجر والحمد جميعا في صدقته أو صلاته فهو الشرك الذي يناقض الإخلاص وقد ذكرنا حكمه في كتاب الإخلاص ويدل على ما نقلناه من الآثار قول سعيد بن المسيب وعبادة بن الصامت إنه لا أجر له فيه أصلا
Artinya, “Jika seseorang bersedekah atau shalat dengan niat mengharap pahala dari Allah sekaligus menginginkan pujian dari manusia, maka perbuatannya termasuk syirik yang bertentangan dengan keikhlasan.
Kesimpulan
Fenomena imam shalat tarawih yang melakukan live streaming di TikTok menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagi sebagian orang, ini adalah inovasi baru dalam dakwah digital. Namun, bagi yang lain, ini adalah bentuk riya’ dan kurang menghormati kekhusyukan ibadah.
Pada akhirnya, meskipun secara hukum fikih shalat tersebut tetap sah, pertanyaan yang lebih besar adalah, apakah ini masih dalam koridor ibadah yang murni, atau sudah menjadi bagian dari kebutuhan ekonomi di era digital.? Tentunya antara kita dan Tuhan yang tahu, semoga dalam ibadah kita khusyu’, diterima oleh Allah SWT, dalam ber amal kita ikhlas, biarkan Allah yang mengangkat derajat kita tanpa haus validasi terhadap makhluk-nya, biarkan ia yang mengatur dengan caranya. Wallahu ‘alam Bishawab. (RKL)
- Penulis: Rahmat Kurnia Lubis