DI BAWAH temaram rembulan dan bayang-bayang bangunan tua yang menjulang, Kota Tua Jakarta menjadi tempat di mana kisah-kisah lama bangkit kembali, merajut cerita menyeramkan yang tak lekang oleh waktu.
Lani, seorang fotografer muda, tengah mempersiapkan proyek dokumentasi malam hari di Kota Tua. Ia memutuskan untuk menjelajahi Museum Fatahillah, tempat yang konon menjadi pusat cerita-cerita menyeramkan. Bersama kameranya, Lani berjalan di antara lorong-lorong museum yang gelap dan sunyi.
Awalnya, semuanya terasa biasa. Ia memotret berbagai sudut ruangan hingga akhirnya tiba di ruang bawah tanah. Tempat itu dikenal sebagai bekas penjara pada zaman kolonial, di mana banyak tahanan disiksa dan meninggal dunia. Bau lembap bercampur dengan udara dingin membuat Lani merasa gelisah, namun ia tetap melanjutkan.
Saat mengambil gambar di salah satu sudut, Lani merasa ada sesuatu yang bergerak di ujung lorong. Ia segera mengarahkan kameranya dan memotret. Namun, saat melihat hasil fotonya, ia terkejut. Di dalam gambar, terlihat bayangan samar seorang pria dengan pakaian lusuh ala tahanan zaman dulu. Wajahnya penuh luka dan tatapannya menembus kamera, seolah-olah langsung menatap Lani.
Detik itu juga, udara di sekelilingnya semakin dingin. Lani mendengar suara langkah kaki, meskipun ia yakin tak ada siapa pun di sana. “Apa ada staf museum?” pikirnya, mencoba menenangkan diri. Tapi suara langkah itu semakin mendekat, hingga berhenti tepat di belakangnya.
Dengan napas tercekat, Lani berbalik. Tidak ada siapa pun. Namun, sebuah suara berat dan serak terdengar dari belakangnya, “Kenapa kau mengusikku?”
Lani berlari keluar dari ruang bawah tanah tanpa berpikir panjang. Namun, sesampainya di luar museum, ia menyadari sesuatu yang aneh. Setiap gedung yang ia lewati seolah memancarkan aura gelap.
Saat ia mencoba memotret kembali untuk mengalihkan pikiran, logo di salah satu gedung tua tiba-tiba berubah. Logo yang awalnya bertuliskan nama gedung kini membentuk pola menyerupai wajah yang mengerikan, dengan senyuman lebar yang menakutkan.
Dari balik bayangan gedung, muncul sosok wanita dengan gaun putih panjang yang melayang mendekati Lani. Wajahnya pucat, matanya kosong, namun mulutnya tersenyum lebar, memperlihatkan gigi yang tajam.
“Logo itu adalah tanda… kau telah memulai sesuatu yang tak bisa dihentikan,” bisik wanita itu dengan suara yang menggetarkan.
Lani berlari sekuat tenaga, meninggalkan Kota Tua di belakangnya. Namun, malam itu menjadi awal dari mimpi buruknya. Setiap kali ia melihat logo apa pun—di buku, papan reklame, atau gedung—ia selalu melihat wajah-wajah menyeramkan yang menatapnya dengan tatapan kosong.
Tidak ada yang percaya pada ceritanya, hingga suatu hari ia ditemukan pingsan di depan salah satu gedung tua di Kota Tua, dengan kamera yang menampilkan foto-foto sosok misterius di setiap bangunan yang pernah ia kunjungi.
Kota Tua tetap sunyi seperti biasa, tetapi bagi mereka yang peka, suara langkah dan tawa menyeramkan sering terdengar di malam hari. Mungkin, itu adalah Lani yang kini menjadi bagian dari kutukan abadi di Kota Tua. ***
Penulis : regardo
Editor : regardo