Cak Run Dapat Tiket

Ilustrasi Kereta api kuno

Cerita Komedi Satir. Regardo Sipiroko

STASIUN masih sepi ketika Bang Wowo tiba. Celengak-celenguk sekejab tiga kawan belum juga mencul. Sebagai juragan getah sempat juga naik darah melihat tiga kawannya tidak disiplin.

Bacaan Lainnya

Bang Wowo tersenyum ketika Syahrun datang dengan kopor kecilnya melambaikan tangan setelah turun dari sado. Dengan setengah berlari Syahrun pun menghampiri Bang Wowo.

“Cak Run, aku pikir kau yang telat datang,” kata Bang Wowo memuji.

“Bang, namaku Syahrun. Bukan Cak Run…,” kata sosok bertubuh pendek dan berkaca mata bulat.

“Payah kali kupanggil Syahrun. Sudah Cak Run saja, sudah bagus itu nama kau,” ucap Bang Wowo bergaya tegas.

Cak Run hanya garuk-garuk kepala tak berani melawan. Lalu Cak Run duduk lemas di depan loket. Cak Run memegang perut. Bang Wowo segera membawanya ke warung makan.

Dengan lahap Cak Run makan. Setelah kenyang Cak Run memainkan akalnya supaya dapat rokok sebungkus dari Bang Wowo.

Cak Run meminta rokok dengan Bang Wowo dengan memujinya bahwa sebagai jurangan getah sangat dermawan dan sudah dikenal seluruh kampung.

Mengalir lagi dua bungkus rokok dari Bang Wowo. Cak Run belagak kecewa dengan dua sahabatnya yakni Anggoro yang bertubuh tambun dan Zulkiflai yang juga agak pendek. Keduanya itu selalu terlalu lambat kalau ada kegiatan di kampung.

“Sudah dapat tiket kita bang?” kata Cak Run.

Bang Wowo menggelang. Ia mengatakan sudah nego dengan Kepala Stasiun Sahri agar diberikan kemudahaan untuk mendapatkan tiket.

Sebagai tokoh di kampung itu memang Bang Wowo punya fasilitas mendapat tiket naik kereta jika ada kunjungan dinas keluar kampung. Tapi, sampai detik ini tiket belum dipegang.

Tak berapa lama muncul Anggoro dan Zulkiflai dengan tergopoh-gopoh. Keduanya langsung meminta tiket. Mata Bang Wowo yang bisa agak sipit, kini terbelalak besar. Melotot. Kalau tak sabar pastilah Angoro dan Zulkiflai ditempelengnya.

Dari balik tembok Stasiun dengan mengendap-ngendap Bang Bewok melambaikankan tangannya kepada Cak Run. Lalu Cak Run pun mendekat. Bang Bewok yang juga dikenal sebagai ketua centeng di kampung itu merayu Cak Run. Mata Cak Run pun melotot. Dengan gemetar ia menerimanya.

“Tapi itu kan tiketnya Bang Beye. Duit aku pun kurang Bang, Bewok!” sergap Cak Run.

“Sudah kau pegang tiket ini. Kau masuk ke peron diam-diam ya. Disana sudah ada si Anjas,” kata Bang Bewok.

Dengan diam-diam Cak Run masuk ke peron bersama bang Bewok. Betul saja si Anjas sudah ada di peron.

Tak berapa lama dengan terhopoh-gopoh muncul Bang Baye di depan Stasiun. Bang Beye kesal bukan main karena tak melihat Bang Bewok.

Bang Wowo, Anggoro dan Zulkiflai tertawa melihat sikap Bang Beye yang marah dengan Bang Wowok. Ketiga pun kekeh.

Tapi ketika melihat di peron ada Bang Bewok dan Anjar yang parlente serta Cak Run langsung kaget setengah mati. Hampir jatuh lemas Bang Wowok yang sudah pernah kena stroke ringan itu.

Dengan senyum tipis Cak Run melambaikan tanggannya sambil mengibarkan tiketnya ke arah Bang Wowok, Anggoro dan Zulkiflai. Ketiganya pun melongo. Sambil melangkah ke kereta Cak Run terus mengibarkan triketnya. Tentu saja membuat Bang Wowok, Anggoro dan Zulkiflai naik darah dan meredam kesal sambil mengepalkan tinju.

Melihat itu Bang Beye sumpah serapah kepada Bang Bewok yang memberikan tiketnya kepada Cak Run.

Kereta pun perlahan berangkat.

Di atas kereta Cak Run tertawa sendiri. Puas telah mendapatkan tiket.

Pos terkait