RENTAK. ID, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. memberikan pandangan akademik bahwa kebutuhan ketatanegaraan menjelang Pemilu 2024 mendatang.
“Bagaimana merumuskan
pranata proses peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib, damai, dan bermartabat dalam lingkungan jabatan kepresidenan RI pasca Pemilu 2024 mendatang,” katanya, Senin (4/9/2023).
Fahri Bachmid berpendapat, bahwa pentingnya transfer kekuasaan secara damai di negara demokrasi terbesar seperti Indonesia.
“Olehnya iru, menjadi penting dan urgent untuk mendorong peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan/atau pelantikan Presiden yang baru terpilih,” ujarnya.
Prinsip dasarnya, lanjutnya, adalah Kepentingan nasional mensyaratkan agar peralihan jabatan Presiden tersebut dilakukan guna menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan.
“Sehingga dengan demikian potensi gangguan dalam bentuk apa pun yang disebabkan oleh pengalihan kekuasaan eksekutif serta berimplikasi pada timbulnya instabilitas sosial politik yang pada hakikatnya dapat merugikan kepentingan nasional,” bebernya.
Ia menyebut, baik pada aspek keamanan maupun kesejahteraan, untuk itu pembahasan RUU ini menjadi penting.
“Untuk memastikan agar pola pengaturan serta institusionalisasi yang “manageable”
agar secara fungsional dapat mereduksi berbagai gangguan yang mungkin timbul pada proses peralihan kekuasaan eksekutif tersebut,” ucapnya.
Sehingga, ungkap Fahri, peralihan terjadi secara tertib dalam jabatan Presiden, pengaturan hukum transisi presiden secara doktriner diorientasikan agar proses di mana presiden terpilih secara konstitusional bersiap untuk mengambil alih administrasi pemerintahan dari presiden yang sedang menjabat.
“Kelihatannya kebutuhan hukum berupa Undang-Undang Transisi Presiden sebagai alat untuk mengatur mekanisme serta memfasilitasi transisi kekuasaan yang tertib dan damai,” uvapbya.
Sekaligus mengatur aspek-aspek teknis lainya seperti layanan dan fasilitas transisi presiden yang disediakan oleh negara pada kantor sekretariat negara.
Fahri Bachmid menilai, bahwa perjalanan bangsa dan negara kita selama ini, sepanjang yang berkaitan dengan proses peralihan kekuasaan antara presiden selama ini belum bertumbuh sebuah tradisi ketatanegaraan yang baik.
“Secara konstitusional pranata pengaturan transisi presiden tidak diatur secara spesifik,” bebernya.
Sehingga dengan demikian kebijaksanaan yang tinggi serta kearifan dari seorang kepala negara dalam menciptakan tradisi ketatanegaraan terkait keberlangsungan dan transisi kekuasaan menjadi penting untuk dikembangkan.
Proses transisi presiden terjadi baik pada tataran simbolis maupun pada tataran praktis tentunya mempunyai makna yang luar biasa.
“Sehingga kedepan merupakan suatu keniscayaan untuk dipositifkan dalam sebuah UU khusus, dan secara simbolik perlu dipertahankan sebagai sebuah “custom” atau tradisi ketatanegaraank,”pungkas Fahri Bachmid.